Jumat, 10 Desember 2010

PERENCANAAN MEDIA PENDIDIKAN

Bila kita akan membuat media pembelajaran langkah pertama yang dilakukan adalah melakukan persiapan dan perencanaan yang teliti. Dalam membuat perencanaan, kita perlu memperhatikan dan mempertimbangkan hal-hal berikut:
a. menganalisis kebutuhan dan karakteristik siswa;
b. merumuskan kompetensi dan indikator hasil belajar;
c. merumuskan butir-butir materi secara terperinci yang mendukung tercapainya kompetensi;
d. mengembangkan alat pengukur keberhasilan;
e. menulis naskah media;
f. mengadakan tes dan revisi.
Penjelasan masing-masing aspek tersebut adalah sebagai berikut:
a. Analisis Kebutuhan dan Karakteristik Siswa
Dalam proses pembelajaran yang dimaksud dengan kebutuhan adalah kesenjangan antara kemampuan, keterampilan, dan sikap siswa yang kita inginkan dengan kemampuan, keterampilan, dan sikap siswa yang mereka miliki sekarang. Bila yang kita inginkan, misalnya, siswa dapat menghafal bacaan-bacaan shalat, sedangkan saat ini mereka hanya menghafal surat al-Fatihah, sehingga ada kesenjangan bacaan-bacaan shalat yang lainnya. Dalam hal ini terdapat kebutuhan untuk mengajarkan bacaan-bacaan shalat selain al-Fatihah kepada siswa itu.
Ketika kita membuat media tentu saja kita berharap media yang kita buat itu akan digunakan atau dimanfaatkan oleh siswa. Media tersebut hanya akan digunakan kalau media itu memang mereka perlukan. Jadi sebelum kita membuat sesuatu media tentulah kita harus bertanya apakah media itu diperlukan? Untuk dapat menjawab pertanyaan itu kita harus bertanya kemampuan, atau keterampilan, sikap apakah yang ingin dimiliki siswa? Mengenai kemampuan, keterampilan atau sikap yang diinginkan itu dapat diketahui dengan berbagai cara. Salah satunya adalah dengan melihat tuntutan kebutuhan yang ada di masyarakat. Cara lain adalah dengan melihat apa yang dirumuskan dalam kurikulum. Siswa kelas enam SD pada akhir tahun ajaran dituntut untuk memiliki sejumlah kemampuan, dan sikap yang telah dirumuskan dalam kurikulum. Pada awal tahun ajaran tentu terdapat kesenjangan yang sangat besar antara apa yang dituntut oleh kurikulum itu dengan apa yang telah dimiliki siswa. Kesenjangan itulah yang merupakan kebutuhan siswa kelas enam itu yang merupakan acuan bagi guru dalam menyusun bahan ajaran yang perlu diberikan kepada siswa.
Di atas telah dibicarakan bahwa jika kita membuat media, media itu perlu disesuaikan dengan kebutuhan siswa. Karena Setiap kelompok siswa pada hakikat mempunyai kebutuhan yang berbeda-beda, kita perlu menentukan secara khas siapa sesungguhnya yang akan kita layani dengan media itu. Membuat media untuk siswa SD tentu berbeda dengan membuat media untuk siswa SMTP, dan akan sangat berbeda dengan media untuk mahasiswa. Karena itu, kita harus menentukan dengan pasti dan jelas siapa siswa kita. Bila kita telah menemukan siapa siswa yang menjadi sasaran media yang sedang kita susun, kita harus meneliti karakteristik apa yang dimiliki oleh siswa kita itu.
Sebagai perancang media kita harus dapat mengetahui pengetahuan atau keterampilan awal siswa. Yang dimaksud dengan pengetahuan/keterampilan yang telah dimiliki siswa sebelum ia mengikuti kegiatan instruksional. Suatu media akan dianggap terlalu mudah bagi siswa bila siswa tersebut telah memiliki sebagian besar pengetahuan/keterampilan yang disajikan oleh media itu. Sebaliknya media akan dipandang terlalu sulit bagi siswa bila siswa belum memiliki pengetahuan/keterampilan prasyarat yang diperlukan siswa sebelum menggunakan media itu. Pengetahuan prasyarat ialah pengetahuan/keterampilan yang harus telah dimiliki siswa sebelum menggunakan media itu. Misalnya, seorang siswa yang ingin belajar cara tahsin bacaan al-Quran dengan baik, ia akan dapat mengikutinya dengan baik bila ia telah dapat membaca Al-Quran. Bila syarat tersebut belum dimilikinya, media tersebut akan terlalu sukar baginya.
Sebelum media dibuat kita harus meneliti dengan baik pengetahuan awal maupun pengetahuan prasyarat yang dimiliki siswa yang menjadi sasaran media kita. Penelitian ini biasanya dilakukan dengan menggunakan tes. Bila tes ini tidak dapat dilakukan karena persoalan biaya, waktu, maupun alasan lainnya pengembangan media sedikitnya harus dapat membuat asumsi-asumsi mengenai pengetahuan dan keterampilan prasyarat yang harus dimiliki siswa serta pengetahuan awal yang diduga telah dimiliki siswa.
b. Perumusan kompetensi dan indikator hasil belajar
Tujuan merupakan sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan kita. Tujuan dapat mernberi arah tindakan yang kita lakukan.Tujuan ini juga dapat dijadikan acuan ketika kita mengukur apakah tindakan kita betul atau salah, ataukah tindakan kita berhasil atau gagal.
c. Pengembangan materi pembelajaran
Materi pembelajaran (instructional materials) adalah pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus dikuasai peserta didik dalam rangka memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan (Puskur Depdiknas, 2008: 3). Materi pembelajaran menempati posisi yang sangat penting dari keseluruhan kurikulum, yang harus dipersiapkan agar pelaksanaan pembelajaran dapat mencapai sasaran. Sasaran tersebut harus sesuai dengan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang harus dicapai oleh peserta didik. Artinya, materi yang ditentukan untuk kegiatan pembelajaran hendaknya materi yang benar-benar menunjang tercapainya standar kompetensi dan kompetensi dasar, serta tercapainya indikator. Materi pembelajaran dipilih seoptimal mungkin untuk membantu peserta didik dalam mencapai standar kompetensi dan kompetensi dasar. Hal-hal yang perlu diperhatikan berkenaan dengan pemilihan materi pembelajaran adalah jenis, cakupan, urutan, dan perlakuan (treatment) terhadap materi pembelajaran tersebut.
Jenis-jenis materi pembelajaran dapat diklasifikasi sebagai berikut(Puskur Depdiknas, 2008: 4)
1) Fakta yaitu segala hal yang bewujud kenyataan dan kebenaran, meliputi nama-nama objek, peristiwa sejarah, lambang, nama tempat, nama orang, nama bagian atau komponen suatu benda, dan sebagainya. Contoh dalam mata pelajaran Sejarah: Peristiwa sekitar Proklamasi 17 Agustus 1945 dan pembentukan Pemerintahan Indonesia.
2) Konsep yaitu segala yang berwujud pengertian-pengertian baru yang bisa timbul sebagai hasil pemikiran, meliputi definisi, pengertian, ciri khusus, hakikat, inti /isi dan sebagainya. Contoh, dalam mata pelajaran Biologi: Hutan hujan tropis di Indonesia sebagai sumber plasma nutfah, Usaha-usaha pelestarian keanekargaman hayati Indonesia secara in-situ dan ex-situ, dsb.
3) Prinsip yaitu berupa hal-hal utama, pokok, dan memiliki posisi terpenting, meliputi dalil, rumus, adagium, postulat, paradigma, teorema, serta hubungan antarkonsep yang menggambarkan implikasi sebab akibat. Contoh, dalam mata pelajaran Fisika: Hukum Newton tentang gerak, Hukum 1 Newton, Hukum 2 Newton, Hukum 3 Newton, Gesekan Statis dan Gesekan Kinetis, dan sebagainya.
4) Prosedur merupakan langkah-langkah sistematis atau berurutan dalam mengerjakan suatu aktivitas dan kronologi suatu sistem. Contoh, dalam mata pelajaran TIK: Langkah-langkah mengakses internet, trik dan strategi penggunaan Web Browser dan Search Engine, dan sebagainya.
5) Sikap atau Nilai merupakan hasil belajar aspek sikap, misalnya nilai kejujuran, kasih sayang, tolong-menolong, semangat dan minat belajar dan bekerja, dsb. Contoh, dalam mata pelajaran Geografi: Pemanfaatan lingkungan hidup dan pembangunan berkelanjutan, yaitu pengertian lingkungan, komponen ekosistem, lingkungan hidup sebagai sumberdaya, pembangunan berkelanjutan.
Prinsip-prinsip yang dijadikan dasar dalam menentukan materi pembelajaran adalah kesesuaian (relevansi), keajegan (konsistensi), dan kecukupan (adequacy) (Puskur Depdiknas, 2008: 5).
1) Relevansi artinya kesesuaian. Materi pembelajaran hendaknya relevan dengan pencapaian standar kompetensi dan pencapaian kompetensi dasar. Jika kemampuan yang diharapkan dikuasai peserta didik berupa menghafal fakta, maka materi pembelajaran yang diajarkan harus berupa fakta, bukan konsep atau prinsip ataupun jenis materi yang lain. Misalnya: kompetensi dasar yang harus dikuasai peserta didik adalah ”Menjelaskan hukum permintaan dan hukum penawaran serta asumsi yang mendasarinya” (Ekonomi kelas X semester 1) maka pemilihan materi pembelajaran yang disampaikan seharusnya ”Referensi tentang hukum permintaan dan penawaran” (materi konsep), bukan Menggambar kurva permintaan dan penawaran dari satu daftar transaksi (materi prosedur).
2) Konsistensi artinya keajegan. Jika kompetensi dasar yang harus dikuasai peserta didik ada empat macam, maka materi yang harus diajarkan juga harus meliputi empat macam. Misalnya kompetensi dasar yang harus dikuasai peserta didik adalah Operasi Aljabar bilangan bentuk akar (Matematika Kelas X semester 1) yang meliputi penambahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian, maka materi yang diajarkan juga harus meliputi teknik penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan merasionalkan pecahan bentuk akar.
3) Adequacy artinya kecukupan. Materi yang diajarkan hendaknya cukup memadai dalam membantu peserta didik menguasai kompetensi dasar yang diajarkan. Materi tidak boleh terlalu sedikit, dan tidak boleh terlalu banyak. Jika terlalu sedikit maka kurang membantu tercapainya standar kompetensi dan kompetensi dasar. Sebaliknya, jika terlalu banyak maka akan mengakibatkan keterlambatan dalam pencapaian target kurikulum (pencapaian keseluruhan SK dan KD).
Penentuan materi pembelajaran dapat menempuh Langkah-langkah sebagai berikut (Puskur Depdiknas, 2008: 10-12).
1) Identifikasi standar kompetensi dan kompetensi dasar
Sebelum menentukan materi pembelajaran terlebih dahulu perlu di identifikasi aspek-aspek keutuhan kompetensi yang harus dipelajari atau dikuasai peserta didik. Aspek tersebut perlu ditentukan, karena setiap standar kompetensi dan kompetensi dasar memerlukan jenis materi yang berbeda-beda dalam kegiatan pembelajaran. Harus ditentukan apakah standar kompetensi dan kompetensi dasar yang harus dikuasai peserta didik termasuk ranah kognitif, psikomotor ataukah afektif. Ranah Kognitif jika kompetensi yang ditetapkan meliputi pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan penilaian. Ranah Psikomotor jika kompetensi yang ditetapkan meliputi gerak awal, semirutin, dan rutin. Ranah Afektif jika kompetensi yang ditetapkan meliputi pemberian respons, apresiasi, penilaian, dan internalisasi.

2) Identifikasi jenis-jenis materi pembelajaran
Identifikasi dilakukan berkaitan dengan kesesuaian materi pembelajaran dengan tingkatan aktivitas /ranah pembelajarannya. Materi yang sesuai untuk ranah kognitif ditentukan berdasarkan perilaku yang menekankan aspek intelektual, seperti pengetahuan, pengertian, dan keterampilan berpikir. Dengan demikian, jenis materi yang sesuai untuk ranah kognitif adalah fakta, konsep, prinsip dan prosedur. Materi pembelajaran yang sesuai untuk ranah afektif ditentukan berdasarkan perilaku yang menekankan aspek perasaan dan emosi, seperti minat, sikap, apresiasi, dan cara penyesuaian diri. Dengan demikian, jenis materi yang sesuai untuk ranah afektif meliputi rasa dan penghayatan, seperti pemberian respon, penerimaan, internalisasi, dan penilaian.
Materi pembelajaran yang sesuai untuk ranah psikomotor ditentukan berdasarkan perilaku yang menekankan aspek keterampilan motorik. Dengan demikian, jenis materi yang sesuai untuk ranah psikomotor terdiri dari gerakan awal, semirutin, dan rutin. Misalnya tulisan tangan, mengetik, berenang, mengoperasikan komputer, mengoperasikan mesin dan sebagainya.
Materi yang akan dibelajarkan perlu diidentifikasi secara tepat agar pencapaian kompetensinya dapat diukur. Di samping itu, dengan mengidentifikasi jenis-jenis materi yang akan dibelajarkan, maka guru akan mendapatkan ketepatan dalam metode pembelajarannya. Sebab, setiap jenis materi pembelajaran memerlukan strategi, metode, media, dan sistem evaluasi yang berbeda-beda. Misalnya metode pembelajaran materi fakta atau hafalan bisa menggunakan “jembatan keledai”, “jembatan ingatan” (mnemonics), sedangkan metode pembelajaran materi prosedur dengan cara “demonstrasi”.
Cara yang paling mudah untuk menentukan jenis materi pembelajaran yang akan dibelajarkan adalah dengan cara mengajukan pertanyaan tentang kompetensi dasar yang harus dikuasai peserta didik. Dengan mengacu pada kompetensi dasar, kita akan mengetahui apakah materi yang harus kita belajarkan berupa fakta, konsep, prinsip, prosedur, aspek sikap, atau keterampilan motorik.
Berikut adalah pertanyaan penuntun untuk mengidentifikasi jenis materi pembelajaran.
a) Apakah kompetensi dasar yang harus dikuasai peserta didik berupa mengingat nama suatu objek, simbol atau suatu peristiwa? Kalau jawabannya “ya” maka materi pembelajaran yang harus diajarkan adalah “fakta”.
b) Apakah kompetensi dasar yang harus dikuasai peserta didik berupa kemampuan untuk menyatakan suatu definisi, menuliskan ciri khas sesuatu, mengklasifikasikan atau mengelompokkan beberapa contoh objek sesuai dengan suatu definisi? Kalau jawabannya “ya” berarti materi yang harus diajarkan adalah “konsep”.
c) Apakah kompetensi dasar yang harus dikuasai peserta didik berupa menjelaskan atau melakukan langkah-langkah atau prosedur secara urut atau membuat sesuatu? Bila “ya” maka materi yang harus diajarkan adalah “prosedur”.
d) Apakah kompetensi dasar yang harus dikuasai peserta didik berupa menentukan hubungan antara beberapa konsep, atau menerapkan hubungan antara berbagai macam konsep? Bila jawabannya “ya”, berarti materi pembelajaran yang harus diajarkan termasuk dalam kategori “prinsip”.
e) Apakah kompetensi dasar yang harus dikuasai peserta didik berupa memilih berbuat atau tidak berbuat berdasar pertimbangan baik buruk, suka tidak suka, indah tidak indah? Jika jawabannya “Ya”, maka materi pembelajaran yang harus diajarkan berupa aspek sikap atau nilai.
f) Apakah kompetensi dasar yang harus dikuasai peserta didik berupa melakukan perbuatan secara fisik? Jika jawabannya “Ya”, maka materi
d. Perumusan Alat Pengukur Keberhasilan
Dalam setiap kegiatan pembelajaran, kita perlu mengkaji apakah kompetensi dan indikatornya dapat dicapai atau tidak pada akhir kegiatan pembelajaran itu. Untuk keperluan tersebut kita perlu mempunyai alat yang digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan siswa. Alat pengukur keberhasilan siswa ini perlu dirancang dengan seksama dan seyogyanya dikembangkan sebelum naskah program media ditulis atau sebelum kegiatan belajar mengajar dilaksanakan. Alat ini berupa tes, penugasan, ataupun daftar cek perilaku.
Alat pengukur keberhasilan harus dikembangkan sesuai dengan kompetensi dan indikator yang akan dicapai dan pokok-pokok materi pembelajaran yang akan disajikan kepada siswa. Hal yang diukur atau yang dievaluasi ialah kemampuan, keterampilan atau sikap siswa yang dinyatakan dalam rumusan kompetensi dan indikator yang diharapkan dapat dimiliki siswa sebagai hasil kegiatan pembelajaran itu.
e. Penulisan naskah
Dalam tahap ini pokok-pokok materi pembelajaran perlu diuraikan lebih lanjut untuk kemudian disajikan kepada siswa. Penyajian ini dapat disampaikan melalui media yang sesuai atau yang dipilih. Supaya materi pembelajaran tersebut dapat disampaikan melalui media itu, materi tersebut perlu dituangkan dalam tulisan dan atau gambar yang akan kita sebut naskah program media (Arief S Sadiman, dkk., 2003: 112).
Naskah program media bermacam-macam. Tiap-tiap jenis mempunyai bentuk naskah yang berbeda. Tetapi pada dasarnya, maksud dalam naskah tersebut sama yaitu sebagai penuntun ketika kita memproduksi media itu media (Arief S Sadiman, dkk., 2003: 112). Artinya, naskah tersebut menjadi penuntun kita dalam membuat bahan presentasi untuk media visual atau merekam suara untuk media audio dan mengambil gambar serta merekam suara untuk media audio visual. Naskah ini berisi uraian kalimat, urutan gambar dan grafis yang perlu diambil oleh kamera serta bunyi dan suara yang harus direkam. Pada umumnya, untuk media audio atau audio visual, lembaran naskah dibagi menjadi dua kolom. Pada naskah media audio (radio dan kaset) kolom sebelah kiri merupakan seperempat bagian halaman dan pada kolom ini dituliskan nama pelaku, dan jenis suara yang harus direkam. Kolom sebelah kanan berisi narasi atau percakapan yang harus dibaca para pelaku, nama lagu, dan suara-suara yang harus direkam. Pada naskah film, dan video/tv lembaran naskah dibagi dua sama lebar. Kolom sebelah kiri dicantumkan urutan gambar yang harus diambil kamera serta penjelasan tentang sudut pengambilan gambar itu, pada kolom sebelah kiri itu akan dapat dibaca apakah gambar harus diambil dalam close up, medium shot, long shot, dan sebagainya. Kalau gambar harus diambil dari kiri bergerak ke kanan, atau dari bawah ke atas, atau dari jauh mendekat, dan sebaliknya, hal-hal yang seperti itu dijelaskan juga di kolom sebelah kiri. Di kolom sebelah kanan dituliskan narasi atau percakapan yang harus dibaca para pelaku, serta musik dan suara-suara yang harus direkam. Dalam menuliskan naskah semua informasi yang tidak akan disuarakan (dibaca bersuara) oleh pelaku harus ditulis dengan huruf besar, sementara itu, narasi dan percakapan yang akan dibaca oleh pelaku ditulis dengan huruf kecil. Uraian lebih lanjut tentang naskah untuk masing-masing media akan diberikan kemudian.
Sebelum naskah ditulis, kita harus menuliskan treatment-nya dulu. Treatment adalah uraian berbentuk esai yang menggambarkan alur penyajian program kita. Dengan membaca treatment ini kita akan dapat mempunyai gambaran tentang urutan visual yang akan nampak pada media serta narasi atau percakapan yang akan menyertai gambar itu. Bila musik dan efek suara akan digunakan, hal tersebut akan tergambar juga dalam treatment ini. Sebuah treatment yang baik selain memberi gambaran tentang urutan adegan juga memberikan gambaran suasana atau mood dari program media itu. Treatment ini biasanya digunakan oleh pemesan naskah dan penulis naskah dalam mencari kesesuaian pendapat mengenai alur penyajian program media yang akan diproduksi. Setelah treatment disetujui, treatment tersebut digunakan sebagai pedoman dalam pengembangan naskah selanjutnya. Berikut ini akan dikemukakan contoh penulisan naskah audio.
Media audio adalah sebuah media yang hanya mengandalkan bunyi dan suara untuk menyampaikan informasi dan pesan. Program audio dapat menjadi indah dan menarik karena program ini dapat menimbulkan daya fantasi pada pendengarnya. Karena itu, sesuatu program audio akan sangat efektif bila dengan menunggankan bunyi dan suara kita dapat merangsang pendengar untuk menggunakan daya imajinasinya sehingga ia dapat memvisualkan pesan-pesan yang ingin kita sampaikan. Media audio ini meliputi radio, kaset audio, dan laboratorium bahasa. Berikut ini beberapa petunjuk yang perlu kita ikuti bila kita menulis naskah program media audio.
a) Bahasa
Bahasa yang digunakan dalam media audio adalah bahasa percakapan, bukan bahasa tulis. Kalimat-kalimat yang digunakan sedapat mungkin kalimat tunggal. Gunakan kalimat yang Pendek. Kalimat-kalimat yang panjang sulit ditangkap oleh telinga kita. Sedapat mungkin kita harus menghindarkan istilah-istilah yang sulit. Bila kita terpaksa rnenggunakan istilah yang sulit, istilah itu perlu diberi penjelasan. Siswa mendengar kata yang tidak diketahui artinya ia cenderung untuk mernikirkan terus arti istilah tersebut, akibatnya ia kehilangan konsentrasi dalarn mendengarkan.
Sering kali kita dianjurkan untuk menggunakan bahasa yang sesuai bahasa sehari-hari pendengar kita. Bahasa seperti ini mungkin akan menarik karena mudah ditangkap. Namun perlu diingat bahwa bahasa lingkungan tersebut belum tentu sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia yang benar.
b) Musik dalam program audio.
Sesuai penjelasan sebelumnya, program audio hanya mengandalkan kepada bunyi dan suara saja. Agar pendengar tidak bosan mendengar program kita dan program kita tidak terasa kering, kita perlu menggunakan musik dalam program kita. Fungsi musik yang utama dalam hal ini ialah menciptakan suasana. Karena itu, musik perlu dipilih dengan hati-hati. Bila program bersuasana gembira, misalnya, diiringi oleh musik yang bersuasana sedih, tentu akan terasa sangat janggal.
Ada berbagai jenis musik yang digunakan dalam program audio ( (Arief S. Sadiman, dkk., 2003: 115-116):
(1) Musik tema
Musik tema adalah musik yang menggambarkan watak atau situasi sesuatu program. Musik tema ini seringkali diulang-ulang dalam suatu program. Setiap kali watak atau situasi yang diinginkan itu ingin ditonjolkan, musik tema itu diperdengarkan.
Musik tema dapat juga digunakan sebagai musik pengenal studio, musik pengenal program, atau musik pengenal tokoh dalam suatu cerita bersambung. Musik pengenal studio biasannya digunakan setiap kali studio itu mulai mengudara dan pada saat penutupan acara, sebelum hilang dari udara. Musik pengenal programdigunakan pada awal dan akhir suatu program serial. Dengan demikian setiap kali kita mendengar musik itu kita akan mengetahui bahwa program itu sudah dimulai atau sudah diakhiri. Bila musik tema digunakan sebagai pengenal tokoh, maka setiap kali tokoh pelaku itu tampil tentu diawali dengan musik itu.
(2) Musik transisi.
Musik ini digunakan sebagai penghubung dua adegan. Musik ini tidak perlu panjang, 20 s/d 20 menit sudah cukup. Musik transisi ini harus sesuai dengan suasana rata-rata dari program kita. Seringkali ada pembuat program yang menggunakan musik tema sebagai musik transisi.
(3) Musik Jembatan (bridge)
Merupakan bentuk khusus dari musik transisi, yaitu berfungsi menjembatani dua buah adegan. Digunakan misalnya bila suasana adegan terdahulu berbeda dengan adegan yang mengikutinya. Kalau suasana adegan terdahulu adalah suasana sedih sedangkan suasana berikutnya gembira, musik jembatan ini harus diawali dengan suasana gembira dan diakhiri dengan suasana gembira.
(4) Musik latar-belakang
Musik ini digunakan untuk mengiringi pembacaan teks atau percakapan. Maksudnya supaya teks dapat lebih meresap kehati pendengar, karena musik ini dapat memberikan variasi, member tekanan dan menciptakan suasana. Bila kita menggunakan musik latar belakang atau musik pengiring, musik itu harus dipilih yang betul-betul sesuai dngan suasanayang ingin diciptakan. Musik pengiring biasanya musin instrumentalia. Musik pengiring tidak boleh terlalu keras, terlalu lemah, ataupun berubah-ubah dari lemah ke keras.



(5) Musik Smash
Adalah musik yang digunakan untuk membuat kejutan atau tekanan. Musik ini digunakan dengan singkat tetapi pada saat yang tepat. Tidak seyogyanya menggunakan musik smash terlalu sering.
c) Keterbatasan daya konsentrasi.
Berdasarkan penelitian yang diadakan, daya konsentrasi orang dewasa untuk mendengarkan berkisar antara 25 s/d 45 menit, sedangkan pada anak-anak hanya 15 s/d 25 menit. Oleh karena itu tidaklah bijaksana untuk membuat program media audio yang terlalu panjang. Dalam satu program audio yang panjangnya 15 menit mungkin cukup disajikan tiga konsep saja.

REFERENSI:
Anton M. Moeliono (Peny.), Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1990.

Arief S. Sadiman, dkk., Media Pendidikan: Pengertian, Pengembangan, dan Pemanfaatannya, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2006.

Azhar Arsyad, Media Pembelajaran, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2003.

Cece Wijaya, dkk., Upaya Pembaharuan dalam Pendidikan dan Pengajara, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1992.

PENGERTIAN PENGEMBANGAN MEDIA PENDIDIKAN

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengembangan adalah proses, cara, perbuatan mengembangkan (1989: 414). Dan lebih dijelaskan lagi dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia karya WJS Poerwadarminta, bahwa pengembangan adalah perbuatan menjadikan bertambah, berubah sempurna (pikiran, pengetahuan dan sebagainya) (2002: 473). Kegiatan pengembangan meliputi tahapan: perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi yang diikuti dengan kegiatan penyempurnaan sehingga diperoleh bentuk yang dianggap memadahi.
Untuk melakukan kegiatan pengembangan media pembelajaran diperlukan prosedur pengembangan. Prosedur pengembangan adalah langkah-langkah prosedural yang harus ditempuh oleh pengembang agar sampai ke produk yang dispesifikasikan. Prosedur pengembangan media meliputi beberapa tahap, yaitu perencanaan atau penyusunan rancangan media, produksi media, dan evaluasi media.

MEDIA FILM DAN VIDEO

Film atau gambar hidup merupakan gambar-gambar dalam frame di mana frame demi frame diproyeksikan melalui lensa proyektor secara mekanis sehingga pada layar terlihat gambar itu hidup (Azhar Arsyad,2003: 48). Film bergerak dengan cepat dan bergantian sehingga memberikan visual yang kontinu. Sama halnya dengan film, video dapat menggambarkan suatu objek yang bergerak bersama-sama dengan suara alamiah atau suara yang sesuai. Kemampuan film dan video melukiskan gambar hidup dan suara memberinya daya tarik tersendiri. Kedua jenis media ini pada umumnya digunakan untuk tujuan-tujuan hiburan, dokumentasi, dan pendidikan. Mereka dapat menyajikan informasi, memaparkan proses, menjelaskan konsep-konsep yang rumit, mengajarkan keterampilan, menyingkat atau memperpanjang waktu, dan mempengaruhi sikap.

Media film dan video memiliki kelebihan dan kekurangan. Di antara kelebihannya (Azhar Arsyad,2003: 49). adalah:

1) Film dan video dapat melengkapi pengalaman-pengalaman dasar dari peserta didik ketika mereka membaca, berdiskusi, berpraktik, dan lain-lain. Film merupakan pengganti alam sekitar dan bahkan dapat menunjukkan objek yang secara normal tidak dapat dilihat, seperti cara kerja jantung ketika berdenyut.

2) Film dan video dapat menggambarkan suatu proses secara tepat yang dapat disaksikan secara berulang-ulang jika dipandang perlu. Misalnya, langkah-langkah dan cara yang benar dalam berwudhu.

3) Di samping mendorong dan meningkatkan motivasi, film dan video menanamkan sikap dan segi-segi afektif lainnya. Misalnya, film kesehatan yang menyajikan proses berjangkitnya penyakit diare atau eltor dapat membuat peserta didik sadar terhadap pentingnya kebersihan makanan dan lingkungan.

4) Film dan video yang mengandung nilai-nilai positif dapat mengundang pemikiran dan pembahasan dalam kelompok peserta didik. Bahkan, film dan video, seperti slogan yang sering didengar, dapat membawa dunia ke dalam kelas.

5) Film dan video dapat menyajikan peristiwa yang berbahaya bila dilihat secara langsung seperti lahar gunung berapi atau perilaku binatang buas.

6) Film dan video dapat ditunjukkan kepada kelompok besar atau kelompok kecil, kelompok yang heterogen, maupun perorangan.

7) Dengan kemampuan dan teknik pengambilan gambar frame demi frame, film yang dalam kecepatan normal memakan waktu satu minggu dapat ditampilkan dalam satu atau dua menit. Misalnya, bagaimana kejadian mekarnya kembang mulai dari lahirnya kuncup bunga hingga kuncup itu mekar.

Sedangkan kekurangannya adalah:

1) Pengadaan film dan video umumnya memerlukan biaya mahal dan waktu yang banyak.

2) Pada saat film dipertunjukkan, gambar-gambar bergerak terus sehingga. tidak semua peserta didik mampu mengikuti informasi yang ingin disampaikan melalui film tersebut.

3) Film dan video yang tersedia tidak selalu sesuai dengan kebutuhan dan tujuan belajar yang diinginkan; kecuali film dan video itu dirancang dan diproduksi khusus untuk kebutuhan sendiri.

REFERENSI:

Arief S. Sadiman, dkk., Media Pendidikan: Pengertian, Pengembangan, dan Pemanfaatannya, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2006.

Azhar Arsyad, Media Pembelajaran, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2003.

MEDIA REKAMAN

Penggunaan media rekaman dalam pengajaran dibatasi hanya oleh imajinasi guru dan siswa. Media rekaman dapat digunakan dalam semua fase pengajaran mulai dari pengantar atau pembukaan ketika memperkenalkan topik bahasan sampai kepada evaluasi hasil belajar siswa. Penggunaan media rekaman sangat mendukung sistem pembelajaran tuntas (mastery learning). Siswa yang belajarnya lamban dapat memutar kembali dan mengulangi bagian-bagian yang belum dikuasainya. Di lain pihak, siswa yang dapat belajar dengan cepat bisa maju terus sesuai dengan tingkat kecepatan belajarnya.

Bahan-bahan pelajaran yang telah direkam telah banyak tersedia untuk berbagai bidang ilmu. Misalnya, rekaman suara berbagai jenis alat musik dapat digunakan untuk berceritera kepada anak-anak, bermain, melakonkan ceritera, nyanyian, dan lain-lain. Meskipun tidak ada prosedur baku tentang penggunaan bahan-bahan rekaman, sebaiknya materi rekaman itu disajikan dengan mengikuti langkah-langkah yang biasa diikuti ketika menggunakan materi pelajaran dalam bentuk lain. Langkah-langkah itu adalah sebagai berikut:

Mempersiapkan diri. Guru merencanakan dan menyiapkan diri sebelum penyajian materi. Salah satu cara mempersiapkan diri sebelumnya adalah dengan memeriksa dan mencobakan materi itu, membuat catatan tentang hal-hal penting yang tercakup dalam materi rekaman itu, dan menentukan apa yang akan digunakan untuk membangkitkan minat, perhatian, dan motivasi siswa, bagian mana yang akan menjadi bahan utama diskusi dan yang mana dijadikan penilaian pemahaman siswa.

Membangkitkan kesiapan siswa. Siswa dituntun agar memiliki kesiapan untuk mendengar, misalnya dengan cara memberikan komentar awal dan pertanyaan-pertanyaan. Variasi lain dalam mempersiapkan murid untuk mendengar adalah (1) mengidentifikasi materi judul, peserta, atau keadaan yang terjadi pada saat produksi, (2) memberikan informasi latar belakang yang menarik tentang program itu, (3) membahas secara singkat bersama siswa mengenai topik dan memunculkan beberapa pertanyaan kunci di mana jawabannya diharapkan dapat diperoleh dari materi audio itu, (4) membuat di papan tulis daftar kata-kata kunci atau frase kunci yang terkandung dalam bahan rekaman itu, (5) menjelaskan mengapa siswa harus mendengarkan materi rekaman itu, bagaimana materi itu berkaitan dengan pengetahuan dan tugas siswa saat ini, apa yang diharapkan siswa lakukan selama dan setelah mendengarkan materi rekaman itu, dan bagaimana siswa diharapkan dapat memperoleh keuntungan dari materi itu.

Mendengarkan materi rekaman. Tuntun siswa untuk menjalani pengalaman mendengar dengan waktu yang tepat atau dengan sedikit penundaan antara pengantar dan mulainya proses mendengar. Dorong siswa untuk mendengarkan dengan tenang, pusatkan perhatian kepada materi rekaman, mendengarkan dengan pikiran terbuka dan dengan kemauan, dan dengan sadar menghubungkan apa yang didengar dengan pertanyaan-pertanyaan yang dibahas sebelum program ini dimulai.

Diskusi (membahas) materi program rekaman. Sebaiknya setelah selesai mendengar program itu, diskusi dimulai secara informal dengan mengajukan pertanyaan yang bersifat umum, seperti Bagian mana (gagasan mana) yang paling berkesan/ menonjol dari program itu?". Setelah itu, barulah pindah ke pertanyaan-pertanyaan yang dipersiapkan, seperti Pertanyaan mana yang terjawab seluruhnya atau sebagian?", "Apakah siswa setuju dengan pandangan yang disajikan dalam program itu?", 'Dari sisi mana pandangan itu sama atau berbeda?", dan lain-lain. Diskusi ini selayaknya diakhiri dengan meminta satu atau dua orang siswa memberikan rangkuman (inti sari dan gagasan-gagasan utama) program rekaman itu.

Menindaklanjuti program. Pada umumnya, diskusi dan evaluasi setelah mendengarkan program mengakhiri kegiatan mendengar. Namun demikian, diharapkan siswa akan termotivasi untuk mempelajari lebih banyak tentang pelajaran itu dengan melakukan bacaan di perpustakaan, membaca buku teks, menonton film yang berkaitan, atau melakukan kegiatan lain yang berkaitan dengan isi materi program rekaman itu.

Seperti telah diungkapkan di atas bahwa program rekaman dapat pula dijadikan kegiatan di rumah. Untuk membuat kegiatan mendengar di luar kelas atau di rumah lebih efektif dan produktif, berbagai teknik dapat digunakan, antara lain: (1) melibatkan siswa dalam berbagai kegiatan yang berhubungan dengan pemilihan rekaman yang baik, (2) Menghubungkan kegiatan mendengar di luar kelas dengan tugas-tugas sekolah, seperti mendorong siswa untuk membuat laporan atau diskusi berdasarkan hasil kegiatan mendengar di rumah, atau dengan memberi rekomendasi buku-buku yang berkaitan program drama atau opera penting, dan (3) mendiskusikan dan memeriksa cara di mana kebiasaan belajar di rumah bisa ditingkatkan.

Untuk mengukur dan mengevaluasi sejauh mana perkembangan kemampuan siswa mendengar, memahami, dan menghargai materi rekaman perlu diberikan beberapa contoh sebagai berikut:

1) Mengukur kemampuan siswa memperoleh informasi dan pemahaman melalui materi rekaman dengan memberikan tugas untuk mendengar rekaman kuliah atau pidato. Ajukan pertanyaan yang menyangkut fakta atau interpretasi berdasarkan apa yang didengar.

2) Perdengarkan satu bagian dari rekaman pidato atau drama yang siswa belum kenal. Tugaskan siswa untuk mengidentifikasi berbagai unsur, seperti pembicara, jenis kesempatan, waktu, peristiwa sebelum atau sesudahnya, dan signifikansi gagasan-gagasan yang diungkapkan.

3) Perdengarkan seluruh atau sebagian drama, pidato atau kuliah kemudian mintalah siswa secara kritis mengevaluasi apa yang telah didengarnya dengan memperhatikan pendapat dan gagasan yang diungkapkan, kualitas drama, pengucapan pembicara, penekanan dan ekspresi, panjang pidato/kuliah, dan aspek lainnya.

4) Dengarkan sebagian dari sajian ceritera-masalah, tetapi hentikan sebelum akhir ceritera, kemudian mintalah siswa memberikan akhir cerita menurut versi mereka berdasarkan aplikasi prinsip-prinsip dan informasi yang berkaitan.

5) Perdengarkan bagian akhir yang dramatis saja dari ceritera yang terkenal. Mintalah siswa mengembangkan secara kreatif unsur-unsur dasar peristiwa yang mungkin diungkapkan sebelum akhir ceritera yang telah didengar.

Akhirnya, kegunaan media rekaman yang harus dipertimbangkan dalam pengajaran bahasa asing. Siswa dapat mendengarkan rekaman suara penutur asli bahasa asing yang dipelajarinya untuk dijadikan model dalam latihan pengucapan. Suara dan pengucapan siswa sendiri direkam kemudian dibandingkan dengan model yang ada (rekaman suara penutur asli). Ketika akan menyajikan pidato, siswa dapat merekam suaranya pada saat berlatih sehingga ia dapat mendengarkan kembali rekaman pidatonya, menganalisis dan memperbaiki aspek-aspek yang dinilai kurang. Laporan buku dapat disajikan dalam bentuk rekaman untuk didengar di kelas. Demikian pula laporan hasil kegiatan, kelompok atau perorangan, seperti percobaan, kunjungan lapangan, darma/karya wisata, atau hasil diskusi dapat disajikan dalam bentuk rekaman.

Pesan dan isi pelajaran dapat direkam pada tape magnetik sehingga hasil rekaman itu dapat diputar kembali pada saat diinginkan. Pesan dan isi pelajaran itu dimaksudkan untuk merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan siswa sebagai upaya mendukung terjadinya proses belajar.

Materi rekaman audio tape adalah cara ekonomis untuk menyiapkan isi pelajaran atau jenis informasi tertentu. Rekaman dapat disiapkan untuk sekelompok siswa, dan sekarang ini sudah lumrah rekaman dipersiapkan untuk penggunaan perorangan. Sudjana & Ahmad Rivai (1991:130) mengemukakan hubungan media audio dengan pengembangan keterampilan yang berkaitan dengan aspek‑aspek keterampilan mendengarkan. Keterampilan yang dapat dicapai dengan penggunaan media audio meliputi:

1) Pemusatan perhatian dan mempertahankan perhatian. Misalnya, siswa mengidentifikasi kejadian tertentu dari rekaman yang didengamya.

2) Mengikuti pengarahan. Misalnya, sambil mendengarkan pemyataan atau kalimat singkat, siswa menandai salah satu pilihan pemyataan yang mengandung arti yang sama.

3) Melatih daya analisis. Misalnya, siswa menentukan urut‑urutan kejadian atau suatu peristiwa, atau menentukan ungkapan mana yang menjadi sebab dan yang mana akibat dari pemyataan‑pemyataan atau kalimat‑kalimat rekaman yang didengamya.

4) Menentukan arti dari konteks. Misalnya, siswa mendengarkan pemyataan yang belum lengkap sambil berusaha menyempumakannya dengan memilih kata yang disiapkan. Kata‑kata yang disiapkan itu berbunyi sangat mirip dan hanya dapat dibedakan apabila sudah dalam konteks kalimat.

5) Memilah‑milah informasi atau gagasan yang relevan dan informasi yang tidak relevan. Misalnya, rekaman yang diperdengarkan mengandung dua sisi informasi yang berbeda dan siswa mengelompokkan informasi ke dalam dua kelompok itu.

6) Merangkum, mengemukakan kembali, atau mengingat kembali informasi. Misalnya, setelah mendengarkan rekaman suatu peristiwa atau ceritera, siswa diminta untuk mengungkapkan kembali dengan kalimat‑kalimat mereka sendiri.

Sebagaimana media pembelajaran lainnya, media rekaman juga memiliki kelebihan dan kelemahan. Di antara kelebihannya adalah sebagai berikut:

a) Media rekaman dan peralatannya telah menjadi sesuatu yang sangat lumrah dalam rumah tangga, sekolah, mobil, bahkan kantongan (walkman, MP3). Karena harga yang cenderung terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat, ketersediaannya dapat diandalkan.

b) Rekaman dapat digandakan untuk keperluan perorangan sehingga pesan dan isi pelajaran dapat berada di beberapa tempat pada waktu yang bersamaan.

c) Merekam peristiwa atau isi pelajaran untuk digunakan kemudian, atau merekam pekerjaan siswa sendiri dapat dilakukan dengan media audio.

d) Rekaman memberikan kesempatan kepada siswa untuk mendengarkan diri sendiri sebagai alat diagnosis guna membantu meningkatkan keterampilan mengucapkan, membaca, mengaji atau berpidato.

e) Pengoperasian media rekaman relatif mudah.

Sedangkan kekurangan atau kelemahan media rekaman adalah sebagai berikut:

a) Dalam suatu rekaman, sulit menentukan lokasi suatu pesan atau informasi. Jika pesan atau informasi itu berada di tengah‑tengah pita, maka akan memakan waktu lama untuk menemukannya, apalagi jika radio tape tidak memiliki angka‑angka penuntun putaran pitanya.

b) Kecepatan merekam dan pengaturan trek yang berma­cam‑macam menimbulkan kesulitan untuk memain­kan kembali rekaman yang direkam pada suatu mesin perekam yang berbeda dengannya

MEDIA MODUL

a. Pengertian Modul

Modul adalah uraian terkecil bahan ajar pembelajaran yang memandu peserta didik memahami bahan ajar dalam proses pembelajaran secara rinci. Modul menurut pedoman ini berisi uraian dari pokok-pokok bahasan sesuai dengan kompetensi dasar yang masing-masing dilengkapi dengan metode dan media pembelajaran, petunjuk penugasan, diskusi, studi kasus, latihan-latihan, dan evaluasinya.

Penulisan modul mengacu pada kompetensi yang terdapat dalam kurikulum atau unit kompetensi yang dibutuhkan dalam dunia kerja. Pengembangan modul pembelajaran mencakup pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dipersyaratkan untuk menguasai suatu kompetensi. Satu kompetensi disarankan dapat dikembangkan menjadi satu modul, tetapi mengingat karakteristik khusus pembelajaran dan kompleksitas kompetensi pembelajaran, dimungkinkan satu kompetensi dikembangkan menjadi lebih dari satu modul.

b. Tujuan Modul

Modul sebagai sarana kegiatan belajar mengajar memiliki beberapa tujuan dalam penulisan. Secara lengkap, tujuan penulisan modul adalah sebagai medium berikut:

1) Referensi materi

Modul merupakan suatu paket pengajaran yang disusun secara sistematis, terarah, dan lengkap sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar.

2) Referensi belajar

Modul sebaiknya dapat digunakan untuk referensi belajar atau pengganti tatap muka antara widyaiswara/tenaga pengajar dan peserta didik.

3) Referensi lanjutan belajar

Pendalaman lanjutan terhadap suatu objek studi tertentu seharusnya juga disajikan di dalam modul dalam bentuk catatan kaki atau kepustakaan.

4) Motivator

Modul digunakan untuk memperjelas dan mempermudah penyajian pesan atau materi agar tidak terlalu bersifat verbal. Selain itu, modul juga dapat digunakan untuk meningkatkan motivasi belajar bagi peserta didik dan mengembangkan kemampuan peserta didik dalam berinteraksi langsung dengan lingkungan.

5) Evaluator

Modul digunakan oleh peserta didik untuk mengukur atau mengevaluasi sendiri hasil belajarnya karena penggunaan modul memudahkan peserta didik belajar mandiri.

6) Pembelajaran yang fleksibel

Penggunaan modul dapat mengatasi masalah keterbatasan waktu, ruang, dan daya indra, baik bagi peserta diklat maupun widyaiswara/tenaga pengajar.

c. Karakteristik Modul

Untuk menghasilkan modul yang mampu meningkatkan motivasi penggunanya, modul harus mencakup beberapa karakteristik tertentu. Karakteristik untuk pengembangan modul antara lain sebagai berikut:

1) Self instructional

Melalui modul, peserta diklat mampu belajar mandiri dan tidak tergantung pada pihak lain. Untuk memenuhi karakter self instructional, modul harus

(1) merumuskan standar kompetensi dan kompetensi dasar dengan jelas;

(2) mengemas materi pembelajaran ke dalam unit-unit kecil/spesifik sehingga memudah-kan peserta diklat belajar secara tuntas;

(3) menyediakan contoh dan ilustrasi pendukung kejelasan pemaparan materi pembelajaran;

(4) menyajikan soal-soal latihan, tugas dan sejenisnya yang memungkinkan peserta diklat memberikan respons dan mengukur penguasaannya;

(5) kontekstual, yakni materi-materi yang disajikan terkait dengan suasana atau konteks tugas dan lingkungan peserta diklat;

(6) menggunakan bahasa yang sederhana dan komunikatif;

(7) menyajikan rangkuman materi pembelajaran;

(8) menyajikan instrumen penilaian (assessment), yang memungkinkan peserta diklat melakukan self assessment;

(9) menyajikan umpan balik atas penilaian peserta diklat, sehingga peserta diklat mengetahui tingkat penguasaan materi;

(10) menyediakan informasi tentang rujukan (referensi) yang mendukung materi diklat.

2) Self Contained

Seluruh materi pembelajaran dari satu unit standar kompetensi dan kompetensi dasar yang dipelajari terdapat di dalam satu modul secara utuh. Tujuan dari konsep ini adalah memberikan kesempatan peserta diklat mempelajari materi pembelajaran karena materi dikemas dalam satu kesatuan yang utuh. Jika harus dilakukan pembagian atau pemisahan materi dari satu standar kompetensi hal itu harus dilakukan dengan hati-hati dan memperhatikan kompleksitas kompetensi yang harus dikuasai oleh peserta diklat.

3) Stand alone

Modul yang dikembangkan tidak tergantung pada media lain atau tidak harus digunakan bersama-sama dengan media lain. Dengan menggunakan modul, peserta diklat tidak harus menggunakan media lain untuk mempelajari materi diklat. Jika peserta diklat masih

menggunakan media lain dan bergantung pada media lain selain modul yang digunakan, modul tersebut tidak dikategorikan sebagai media yang berdiri sendiri.

4) Adaptive

Modul hendaknya memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap perkembangan ilmu dan teknologi. Dengan memperhatikan perkembangan ilmu dan teknologi, pengembangan modul hendaknya tetap up to date.

5) User Friendly

Modul hendaknya juga memenuhi kaidah user friendly atau mudah digunakan oleh peserta diklat. Setiap instruksi dan informasi yang diberikan bersifat mempermudah peserta diklat. Penggunaan bahasa yang sederhana, mudah dimengerti, dan peng-gunaan istilah yang umum merupakan salah satu bentuk user friendly

d. Sistematika Penulisan Modul

Dalam penulisan modul, yang harus menjadi perhatian utama adalah peserta diklat. Dengan demikian, dalam merencanakan modul perlu disiapkan hal-hal sebagai berikut:

a) Pembuatan outline modul yang akan disusun dalam rangka memberikan kerangka penulisan modul dan dapat digunakan untuk kedalaman materi modul dalam setiap jenjang diklat;

b) Petunjuk yang harus dilakukan peserta diklat dalam mempelajari modul;

c) Materi pelajaran yang lalu sebagai pemantapan, terutama yang berkaitan dengan materi yang akan diberikan;

d) Nasihat bagaimana cara belajar memanfaatkan waktu yang tersedia dengan lebih efektif;

e) Tujuan dan materi pelajaran yang akan dipelajari peserta diklat;

f) Penjelasan materi baru yang disajikan bagi peserta diklat;

g) Petunjuk pemecahan masalah untuk membantu memahami materi yang disajikan;

h) Motivasi bagi peserta diklat agar senantiasa aktif dalam belajar;

i) Contoh, latihan, dan kegiatan yang mendukung materi;

j) Tugas dan umpan balik yang dapat mengukur keberhasilan penguasaan materi;

k) Kesimpulan modul yang akan dipelajari berikutnya.

Penulisan Modul sebaiknya memperhatikan waktu yang dibutuhkan peserta diklat untuk mempelajarinya. Peserta diklat harus menyisihkan waktu untuk mencatat atau untuk menjawab pertanyaan. Peserta diklat juga harus menghubungkan materi pelajaran yang ada dalam teks dengan keadaan lingkungan atau pengalaman.

e. Strategi dalam Penulisan Modul

Penulisan bahan ajar mandiri berupa modul bukan hal yang mudah tetapi memerlukan kiat tertentu. Sesuai dengan perkembangan pembelajaran berbasis kompetensi, sebuah modul yang baik terdiri dari:

a) pendahuluan;

b) standar kompetensi dan kompetensi dasar;

c) dalam uraian materi dan contoh dapat diberikan informasi visual, dapat berupa diagram, grafik, tabel, dan gambar;

d) latihan;

e) umpan balik;

f) rangkuman;

g) tes formatif dan tes sumatif.

Selain faktor di atas, dalam modul perlu diperhatikan adanya, yaitu:

a) prasyarat kompetensi;

b) petunjuk waktu;

c) nasihat belajar;

d) petunjuk penggunaan modul.

f. Pembentukan Materi Modul dalam Satu Unit

Terdapat dua cara dalam membentuk materi:

a) Pendekatan logis

Dalam menulis materi modul dapat digunakan metode deduktif atau induktif. Jika menggunakan metode deduktif, penulisan modul dimulai dari umum ke khusus atau dimulai dari hal abstrak ke konkret, sedangkan metode induktif penulisan modul dimulai dari hal khusus ke hal umum.

b) Pendekatan Masalah (studi kasus)

Materi modul yang disusun dengan pendekatan masalah dimulai dengan permasalahan yang nyata (studi kasus). Pendekatan masalah membantu peserta diklat dalam menganalisis, mendiagnosis, dan mencari alternatif solusi.

g. Pengaturan Muatan Konsep Modul

Modul memerlukan pengaturan muatan konsep untuk lebih memotivasi peserta diklat. Ada beberapa cara untuk mengatur muatan konsep adalah sebagai berikut :

a) Kepadatan informasi

Penulisan modul diawali dari materi yang diketahui peserta diklat ke materi yang belum diketahui peserta diklat serta pemberian daftar kata sulit dan penyajian konsep secara konkret disertai contoh.

b) Simulasi Tambahan

Penulisan modul sebaiknya dapat memberikan rangsangan dengan menambahkan pertanyaan dan kegiatan yang dapat dianalisis dan dikerjakan oleh peserta diklat.

h. Penulisan Modul yang Optimal

Dalam penulisan suatu modul diklat yang optimal, terdapat dua kriteria yang sebaiknya diperhatikan yaitu :

1) Penggunaan Dialog dalam Modul

Penulisan modul sebaiknya menggunakan bahasa yang komunikatif dan interaktif bukan asertif. Peserta diklat seolah-olah dapat berkomunikasi langsung dengan widyaiswara/ tenaga pengajar.

2) Kesesuaian Metode Pembelajaran dengan Materi Diklat

Metode pembelajaran yang dipilih harus cocok dengan materi diklat. Simulasi dapat ditambahkan dalam modul untuk materi diklat yang sulit untuk diuraikan dengan bahasa verbal.

i. Bahasa Modul

Dalam proses pembelajaran yang baik perlu diperhatikan penggunaan bahasa yang baik dan benar serta mudah dipahami peserta diklat. Oleh karena itu, perlu dipertimbangkan hal-hal sebagai berikut :

1) Bahasa yang digunakan dalam modul harus menggunakan bahasa yang baik dan benar;

2) Setiap paragraf hanya terdiri atas satu ide pokok atau gagasan pikiran. Ide pokok tertuang dalam kalimat utama;

3) Kalimat yang digunakan harus menggunakan kalimat efektif, sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar;

4) Penggunaan kata-kata ambigu seharusnya dihindari.

5) Penggunaan Ilustrasi dalam Modul

Pada umumnya peserta didik lebih tertarik terhadap gambar, grafik, warna dan ilustrasi interaktif. Ilustrasi berupa grafik, diagram, dan visual lainnya dapat mengungkapkan ide pokok meskipun tanpa penjelasan dengan kata-kata. Ilustrasi interaktif dapat memberikan uraian menjadi lebih jelas, dapat menambah variasi penyajian, dan membantu dalam menciptakan imajinasi peserta didik terhadap materi pembelajaran.