Selasa, 20 September 2011

KONSEP DASAR MEDIA PENDIDIKAN PAI

Pembahasan tentang konsep dasar media pendidikan meliputi pengertian media pendidikan, landasan teori, ciri-ciri, fungsi dan kegunaan media pendidikan, jenis dan penggolongan media, serta dasar pemilihan media pendidikan.






1. Pengertian Media PAI

Kata media berasal dari bahasa Latin yang merupakan bentuk jamak dari kata medium yang secara harfiah berarti 'perantara' atau ‘pengantar' (Arief S. Sadiman, dkk., 2006: 6). Dalam bahasa Arab, kata media atau perantara disebut dengan kata وسائل bentuk jamak dari وسيلة (Mahmud Yunus, t.t.: 499). Jadi Secara bahasa media berarti pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan. Secara lebih khusus, pengertian media dalam proses belajar mengajar cenderung diartikan sebagai alat-alat grafis, photografis, atau elektronis untuk menangkap, memproses, dan menyusun kembali informasi visual atau verbal (Azhar Arsyad, 1996: 3).

AECT (Association of Education and Communication Technology, 1977) memberi batasan tentang media sebagai segala bentuk dan saluran yang digunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi. Menurut Fleming (1987:234) media ia sebut dengan kata mediator adalah penyebab atau alat yang turut campur tangan dalam dua pihak dan mendamaikannya. Dengan istilah mediator media menunjukkan fungsi atau perannya, yaitu mengatur hubungan yang efektif antara dua pihak utama dalam proses belajar-peserta didik dan isi pelajaran. Di samping itu, mediator dapat pula mencerminkan pengertian bahwa setiap sistem pembelajaran yang melakukan peran mediasi, mulai dari guru sampai kepada peralatan paling canggih, dapat disebut media. Ringkasnya, media adalah alat yang menyampaikan atau mengantarkan pesan-pesan pembelajaran.

Heinich, dan kawan-kawan (1982) mengemukakan istilah medium sebagai perantara yang mengantar informasi antara sumber dan penerima. Jadi, televisi, film, foto, radio, rekaman audio, gambar yang diproyeksikan, bahan-bahan cetakan, dan sejenisnya adalah media komunikasi. Apabila media itu membawa pesan-pesan atau informasi yang bertujuan instruksional atau mengandung maksud-maksud pengajaran maka media itu disebut media pembelajaran. Sejalan dengan batasan ini, Hamidjojo dalam Latuheru (1993) memberi batasan media sebagai semua bentuk perantara yang digunakan oleh manusia untuk menyampaikan atau menyebar ide, gagasan, atau pendapat sehingga ide, gagasan atau pendapat yang dikemukakan itu sampai kepada penerima yang dituju.

Acapkali kata media pendidikan digunakan secara bergantian dengan istilah alat bantu atau media komunikasi seperti yang dikemukakan oleh Hamalik (1986) di mana ia melihat bahwa hubungan komunikasi akan berjalan lancar dengan hasil yang maksimal apabila menggunakan alat bantu yang disebut media komunikasi. Sementara itu, Gagne dan Briggs (1975) secara implisit mengatakan bahwa media pembelajaran meliputi alat yang secara fisik digunakan untuk menyampaikan isi materi pengajaran, yang terdiri dari antara lain buku, tape recorder, kaset, video camera, video recorder, film, slide (gambar bingkai), foto, gambar, grafik, televisi, dan komputer. Dengan kata lain, media adalah komponen sumber belajar atau wahana fisik yang mengandung materi instruksional di lingkungan peserta didik yang dapat merangsang peserta didik untuk belajar. Di lain pihak, National Education Association memberikan definisi media sebagai bentuk-bentuk komunikasi baik tercetak maupun audio-visual dan peralatannya; dengan demikian, media dapat dimanipulasi, dilihat, didengar, atau dibaca.

Berdasarkan uraian beberapa batasan tentang media di atas, berikut dikemukakan ciri-ciri umum yang terkandung pada setiap batasan itu:

a. Media pendidikan memiliki pengertian fisik yang dewasa ini dikenal sebagai hardware (perangkat keras), yaitu sesuatu benda yang dapat dilihat, didengar, atau diraba dengan pancaindera.

b. Media pendidikan memiliki pengertian nonfisik yang dikenal sebagai software (perangkat lunak), yaitu kandungan pesan yang terdapat dalam perangkat keras yang merupakan isi yang ingin disampaikan kepada peserta didik.

c. Penekanan media pendidikan terdapat pada visual dan audio.

d. Media pendidikan memiliki pengertian alat bantu pada proses belajar baik di dalam maupun di luar kelas.

e. Media Pendidikan digunakan dalam rangka komunikasi dan interaksi guru dan peserta didik dalam proses pembelajaran.

f. Media pendidikan dapat digunakan secara massal (misalnya: radio, televisi), kelompok besar dan kelompok kecil (misalnya: film, slide, video, OHP), atau perorangan (misalnya: modul, komputer, radio tape/kaset, video recorder).



Beedasarkan pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan media pendidikan PAI adalah …(cari dr sadiman)…yang digunakan dalam pembelajaran PAI sehingga dapat mencapai tujuan pembelajaran PAI secara efektif.

Pengertian media pendidikan seperti di atas didasarkan pada asumsi bahwa proses pendidikan/pembelajaran identik dengan sebuah proses komunikasi. Dalam proses komunikasi terdapat komponen-komponen yang terlibat di dalamnya, yaitu sumber pesan, pesan, penerima pesan, media, dan umpan balik. Sumber pesan yaitu sesuatu (orang) yang menyampaikan pesan). Pesan adalah isi didikan/isi ajaran yang tertuang dalam kurikulum yang dituangkan ke dalam simbol-simbol tertentu (encoding). Penerima pesan adalah peserta didik dengan menafsirkan simbol-simbol tersebut sehingga dipahami sebagai pesan (decoding). Media adalah perantara yang menyalurkan pesan dari sumber ke penerima pesan. Proses komunikasi tersebut dapat digambarkan dalam bentuk skema sebagai berikut:













U

Keterangan:

S : sumber pesan

M : media

P : penerima pesan

U : umpan balik



2. Landasan Teori

Pemerolehan pengetahuan dan keterampilan, perubahan-perubahan sikap dan perilaku dapat terjadi karena interaksi antara pengalaman baru dengan pengalaman yang pernah dialami sebelumnya. Menurut Bruner (1966:10-11) ada tiga tingkatan utama modus belajar, yaitu pengalaman langsung (enactive), pengalaman piktorial/gambar (iconic), dan pengalaman abstrak (symbolic). Sebagai gambaran misalnya, belajar memahami apa dan bagaimana shalat atau wudhu. Dalam tingkatan pengalaman langsung, untuk memperoleh pemahaman peserta didik tentang shalat atau wudhu secara langsung ia mempraktikkan atau mengerjakan shalat atau wudhu. Pada tingkatan kedua, iconic, pemahaman tentang shalat dan wudhu dipelajari melalui gambar, foto, film atau rekaman video tentang shalat dan wudhu. Selanjutnya pada tingkatan pengalaman abstrak, peserta didik memahaminya lewat membaca atau mendengarkan uraian tentang shalat dan wudhu.

Uraian di atas memberikan petunjuk bahwa agar proses belajar mengajar dapat berhasil dengan baik, peserta didik sebaiknya diajak untuk memanfaatkan semua alat inderanya. Guru berupaya untuk menampilkan rangsangan (stimulus) yang dapat diproses dengan berbagai indera. Semakin banyak alat indera yang digunakan untuk menerima dan mengolah informasi semakin besar kemungkinan informasi tersebut dimengerti dan dapat dipertahankan dalam ingatan. Dengan demikian, peserta didik diharapkan akan dapat menerima dan menyerap dengan mudah dan baik pesan-pesan dalam materi yang disajikan.

Levie & Levie (1975) yang membaca kembali hasil-hasil penelitian tentang belajar melalui stimulus gambar dan stimulus kata atau visual dan verbal menyimpulkan bahwa stimulus visual membuahkan hasil belajar yang lebih baik untuk tugas-tugas seperti mengingat, mengenali, mengingat kembali, dan menghubung-hubungkan fakta dan konsep. Di lain pihak, stimulus verbal memberi hasil belajar yang lebih apabila pembelajaran itu melibatkan ingatan yang berurut-urutan (sekuensial). Hal ini merupakan salah satu bukti dukungan atas konsep dual coding hypothesis (hipotesis koding ganda) dari Paivio (1971). Konsep itu mengatakan bahwa ada dua sistem ingatan manusia, satu untuk mengolah simbol-simbol verbal kemudian menyimpannya dalam bentuk proposisi image, dan yang lainnya untuk mengolah image nonverbal yang kemudian disimpan dalam bentuk proposisi verbal.

Belajar dengan menggunakan indera ganda -pandang dan dengar-berdasarkan konsep di atas akan memberikan keuntungan bagi peserta didik. Peserta didik akan belajar lebih banyak daripada jika materi pelajaran disajikan hanya dengan stimulus pandang atau hanya dengan stimulus dengar. Para ahli memiliki pandangan yang searah mengenai hal itu. Perbandingan pemerolehan hasil belajar melalui indera pandang dan indera dengar sangat menonjol perbedaannya. Kurang lebih 90% hasil belajar seseorang diperoleh melalui indera pandang, dan hanya sekitar 5% diperoleh melalui indera dengar dan 5% lagi dengan indera lainnya (Baugh dalam Achsin, 1986). Sementara itu, Dale (1969) memperkirakan bahwa pemerolehan hasil belajar melalui indera pandang berkisar 75%, melalui indera dengar sekitar 13%, dan melalui indera lainnya sekitar 12%.

Salah satu gambaran yang paling banyak dijadikan acuan sebagai landasan teori penggunaan media dalam proses belajar adalah Dale's Cone of Experience (Kerucut Pengalaman Dale) sebagai berikut.





Adaptasi dari: Heinich, et al., 2002)



Kerucut ini merupakan elaborasi yang rinci dari konsep tiga tingkatan pengalaman yang dikemukakan oleh Bruner sebagaimana diuraikan sebelumnya. Hasil belajar seseorang diperoleh mulai dari pengalaman langsung (kongkret), kenyataan yang ada di lingkungan kehidupan seseorang kemudian melalui benda tiruan, sampai kepada lambang verbal (abstrak). Semakin ke atas di puncak kerucut semakin abstrak media penyampai pesan itu. Perlu dicatat bahwa urut-urutan ini tidak berarti proses belajar dan interaksi mengajar belajar harus selalu dimulai dari pengalaman langsung, tetapi dimulai dengan jenis pengalaman yang paling sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan kelompok peserta didik yang dihadapi dengan mempertimbangkan situasi belajamya.

Dasar pengembangan kerucut di atas bukanlah tingkat kesulitan, melainkan tingkat keabstrakan jumlah jenis indera yang turut serta selama penerimaan isi pengajaran atau pesan. Pengalaman langsung akan memberikan kesan paling utuh dan paling bermakna mengenai informasi dan gagasan yang terkandung dalam pengalaman itu, oleh karena ia melibatkan indera penglihatan, pendengaran, perasaan, penciuman, dan peraba. Ini dikenal dengan learning by doing misalnya keikutsertaan dalam kegiatan pengelolaan zakat, penyembelihan hewan kurban, shalat berjamaah, dan lain-lain. Pengalaman-pengalaman tersebut memberi dampak langsung terhadap pemerolehan dan pertumbuhan pengetahuan, keterampilan, dan sikap peserta didik.

Tingkat keabstrakan pesan akan semakin tinggi ketika pesan itu dituangkan ke dalam lambang-lambang seperti bagan, grafik, atau kata. Jika pesan terkandung dalam lambang-lambang seperti itu, indera yang dilibatkan untuk menafsirkannya semakin terbatas, yakni indera penglihatan atau indera pendengaran. Meskipun tingkat partisipasi fisik berkurang, keterlibatan imajinatif semakin bertambah dan berkembang. Sesungguhnya, pengalaman konkret dan pengalaman abstrak dialami silih berganti; hasil belajar dari pengalaman langsung mengubah dan memperluas jangkauan abstraksi seseorang, dan sebaliknya, kemampuan interpretasi lambang kata membantu seseorang untuk memahami pengalaman yang di dalamnya ia terlibat langsung.





3. Ciri-ciri, Fungsi dan Kegunaan Media PAI

a. Ciri-ciri media PAI

Gerlach & Ely (Arsyad, 2005: 12) mengemukakan tiga ciri media yang merupakan petunjuk mengapa media digunakan dan apa-apa saja yang dapat dilakukan oleh media yang mungkin guru tidak mampu (atau kurang efisien) melakukannya. Ciri-ciri tersebut adalah sebagai berikut:

1) Ciri fiksatif (Fixative Property)

Ciri ini menggambarkan kemampuan media merekam, menyimpan, melestarikan, dan merekonstruksi suatu peristiwa atau objek. Suatu peristiwa atau objek dapat diurut dan disusun kembali dengan media seperti fotografi, video tape, audio tape, disket komputer, dan film. Suatu objek yang telah diambil gambarnya (direkam) dengan kamera atau video kamera dengan mudah dapat direproduksi dengan mudah kapan saja diperlukan. Dengan ciri fiksatif ini, media memungkinkan suatu rekaman kejadian atau objek yang terjadi pada satu waktu tertentu ditransportasikan tanpa mengenal waktu. Contohnya adalah peristiwa tsunami, gempa bumi, banjir, dan sebagainya dapat diabadikan dengan rekaman video, pelaksanaan ibadah haji juga dapat direkam dengan kamera atau alat perekam audio visual sehingga dapat digunakan sebagai media pendidikan agama Islam.

Ciri fiksatif ini amat penting bagi guru karena kejadian-kejadian atau objek yang telah direkam atau disimpan dengan format media yang ada dapat digunakan setiap saat. Peristiwa yang kejadiannya hanya sekali (dalam satu dekade atau satu abad) dapat diabadikan dan disusun kembali untuk keperluan pembelajaran. Prosedur laboratorium yang rumit dapat direkam dan diatur untuk kemudian direproduksi berapa kali pun pada saat diperlukan. Demikian pula kegiatan peserta didik dapat direkam untuk kemudian dianalisis dan dikritik oleh peserta didik sejawat baik secara perorangan maupun secara kelompok.

2) Ciri manipulatif (Manipulative Property)

Transformasi suatu kejadian atau objek dimungkinkan karena media memiliki ciri manipulatif. Kejadian yang memakan waktu berhari-hari atau bahkan berbulan-bulan dapat disajikan kepada peserta didik dalam waktu yang lebih singkat lima sampai sepuluh menit. Misalnya, bagaimana. proses pelaksanaan ibadah haji dapat direkam dan diperpendek prosesnya menjadi lima sampai sepuluh menit, demikian pula proses kejadian manusia mulai dari pertemuan sel telur dengan sperma hingga lahir menjadi seorang bayi. Di samping dapat dipercepat, suatu kejadian dapat pula diperlambat pada saat menayangkan kembali hasil suatu rekaman video. Misalnya, proses terjadinya gempa bumi yang hanya kurang dari satu menit dapat diperlambat sehingga lebih mudah dipahami oleh peserta didik bagaimana proses terjadinya gempa tersebut.

3) Ciri distributif (Distributive Property)

Ciri distributif dari media memungkinkan suatu objek atau kejadian ditransportasikan melalui ruang, dan secara bersamaan kejadian tersebut disajikan kepada sejumlah besar peserta didik dengan stimulus pengalaman yang relatif sama mengenai kejadian itu. Dewasa ini, distribusi media tidak hanya terbatas pada satu kelas atau beberapa kelas pada sekolah-sekolah di dalam suatu wilayah tertentu, tetapi juga media itu misalnya rekaman video, audio, disket komputer dapat disebar ke seluruh penjuru tempat yang diinginkan kapan saja, sehingga media tersebut dapat digunakan untuk banyak kelompok di tempat yang berbeda dalam waktu yang sama.

Sekali informasi direkam dalam format media apa saja, ia dapat direproduksi seberapa kali pun dan siap digunakan secara bersamaan di berbagai tempat atau digunakan secara berulang-ulang di suatu tempat. Konsistensi informasi yang telah direkam akan terjamin sama atau hampir sama dengan aslinya.

b. Fungsi dan kegunaan media PAI

Kegiatan pembelajaran melibatkan berbagai komponen. Salah satunya yang tidak kalah penting adalah komponen media. Media memiliki fungsi dan kegunaan yang sangat penting untuk membantu kelancaran proses pembelajaran dan efektifitas pencapaian hasil belajar. Menurut Hamalik (1986), pemanfaatan media dalam pembelajaran dapat membangkitkan keinginan dan minat baru, meningkatkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, dan bahkan berpengaruh secara psikologis kepada peserta didik. Selanjutnya diungkapkan bahwa penggunaan media pembelajaran akan sangat membantu keefektifan proses pembelajaran dan penyampaian informasi (pesan dan isi pelajaran) pada saat itu. Kehadiran media dalam pembelajaran juga dikatakan dapat membantu peningkatan pemahaman peserta didik, penyajian data/informasi lebih menarik dan terpercaya, memudahkan penafsiran data, dan memadatkan informasi. Jadi dalam hal ini dikatakan bahwa fungsi media adalah sebagai alat bantu dalam kegiatan belajar mengajar.

Ariek S. Sadiman, dkk. (2003:..) menyampaikan fungsi media pendidikan secara umum, adalah sebagai berikut: (a) memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat visual; (b) mengatasi keterbatasan ruang, waktu, dan daya indera, misal objek yang terlalu besar untuk dibawa ke kelas dapat diganti dengan gambar, slide, dsb., peristiwa yang terjadi di masa lalu bisa ditampilkan lagi lewat film, video, fota atau film bingkai; (c) meningkatkan kegairahan belajar, memungkinkan peserta didik belajar sendiri berdasarkan minat dan kemampuannya, dan mengatasi sikap pasif peserta didik; dan (d) memberikan rangsangan yang sama, dapat menyamakan pengalaman dan persepsi peserta didik terhadap isi pelajaran.

Menurut Levie dan Lentz (Arsyad, 2005: 16), khususnya media visual, mengemukakan bahwa media pendidikan memiliki empat fungsi yaitu: fungsi atensi, fungsi afektif, fungsi kognitif, dan fungsi kompensatoris. Fungsi atensi media visual merupakan inti, yaitu menarik dan mengarahkan perhatian peserta didik untuk berkonsentrasi kepada isi pelajaran yang berkaitan dengan makna visual yang ditampilkan atau menyertai teks materi pelajaran. Seringkali pada awal pelajaran peserta didik tidak tertarik dengan materi pelajaran atau mata pelajaran itu merupakan salah satu pelajaran yang tidak disenangi oleh mereka sehingga mereka tidak memperhatikan. Media gambar khususnya gambar yang diproyeksikan melalui overhead projector dapat menenangkan dan mengarahkan perhatian mereka kepada pelajaran yang akan mereka terima. Dengan demikian, kemungkinan untuk memperoleh dan mengingat isi pelajaran semakin besar. Fungsi afektif media visual dapat terlihat dari tingkat kenikmatan peserta didik ketika belajar (atau membaca) teks yang bergambar. Gambar atau lambang visual dapat menggugah emosi dan sikap peserta didik, misalnya informasi yang menyangkut masalah sosial atau ras. Fungsi kognitif media visual terlihat dari temuan-temuan penelitian yang mengungkapkan bahwa lambang visual atau gambar memperlancar pencapaian tujuan untuk memahami dan mengingat informasi atau pesan yang terkandung dalam gambar. Fungsi kompensatoris media pembelajaran terlihat dari hasil penelitian bahwa media visual yang memberikan konteks untuk memahami teks membantu peserta didik yang lemah dalam membaca untuk mengorganisasikan informasi dalam teks dan mengingatnya kembali. Dengan kata lain, media pembelajaran berfungsi untuk mengakomodasikan peserta didik yang lemah dan lambat menerima dan memahami isi pelajaran yang disajikan dengan teks atau disajikan secara verbal.

Menurut Kemp & Dayton (1985:28), media pembelajaran dapat memenuhi tiga fungsi utama apabila media itu digunakan untuk perorangan, kelompok, atau kelompok pendengar yang besar jumlahnya, yaitu (1) memotivasi minat atau tindakan, (2) menyajikan informasi, dan (3) memberi instruksi. Untuk memenuhi fungsi motivasi, media pembelajaran dapat direalisasikan dengan teknik drama atau hiburan. Hasil yang diharapkan adalah melahirkan minat dan merangsang para peserta didik atau pendengar untuk bertindak (turut memikul tanggung jawab, melayani secara sukarela, atau memberikan sumbangan material). Pencapaian tujuan ini akan mempengaruhi sikap, nilai, dan emosi.

Untuk tujuan informasi, media pembelajaran dapat digunakan dalam rangka penyajian informasi di hadapan sekelompok peserta didik. Isi dan bentuk penyajian bersifat amat umum, berfungsi sebagai pengantar, ringkasan laporan, atau pengetahuan latar belakang. Penyajian dapat pula berbentuk hiburan, drama, atau teknik motivasi. Ketika mendengar atau menonton bahan informasi, para peserta didik bersifat pasif. Partisipasi yang diharapkan dari peserta didik hanya terbatas pada persetujuan atau ketidaksetujuan mereka secara mental, atau terbatas pada perasaan tidak/kurang senang, netral, atau senang.

Media berfungsi untuk tujuan instruksi di mana informasi yang terdapat dalam media itu. harus melibatkan peserta didik baik dalam benak atau mental maupun dalam bentuk aktivitas yang nyata sehingga pembelajaran dapat terjadi. Materi harus dirancang secara lebih sistematis dan psikologis dilihat dari segi prinsip-prinsip belajar agar dapat menyiapkan instruksi yang efektif. Di samping menyenangkan, media pembelajaran harus dapat memberikan pengalaman yang menyenangkan dan memenuhi kebutuhan perorangan peserta didik.

Berbagai manfaat media pembelajaran telah dibahas oleh banyak ahli. Menurut Kemp & Dayton (1985:3-4) meskipun telah lama disadari bahwa banyak keuntungan penggunaan media pembelajaran, penerimaannya serta pengintegrasiannya ke dalam program-program pengajaran berjalan amat lambat. Mereka mengemukakan beberapa hasil penelitian yang menunjukkan dampak positif dari penggunaan media sebagai bagian integral pembelajaran di kelas atau sebagai cara utama pembelajaran langsung sebagai berikut:

1) Penyampaian pelajaran menjadi lebih baku. Setiap pelajar yang melihat atau mendengar penyajian melalui media menerima pesan yang sama. Meskipun para guru menafsirkan isi pelajaran dengan cara yang berbeda-beda, dengan penggunaan media ragam hasil tafsiran itu dapat dikurangi sehingga informasi yang sama dapat disampaikan kepada peserta didik sebagai landasan untuk pengkajian, latihan, dan aplikasi lebih lanjut.

2) Pembelajaran bisa lebih menarik. Media dapat diasosiasikan sebagai penarik perhatian dan peserta didik tetap terjaga dan memperhatikan. Kejelasan dan keruntutan pesan, daya tarik image yang berubah-ubah, penggunaan efek khusus yang dapat menimbulkan keingintahuan menyebabkan peserta didik tertawa dan berpikir, yang kesemuanya menunjukkan bahwa media memiliki aspek motivasi dan meningkatkan minat.

3) Pembelajaran menjadi lebih interaktif dengan diterapkannya teori belajar dan prinsip-prinsip psikologis yang diterima dalam hal partisipasi peserta didik, umpan balik, dan penguatan.

4) Lama waktu pembelajaran yang diperlukan dapat dipersingkat karena kebanyakan media hanya memerlukan waktu singkat untuk mengantarkan. Pesan-pesan dan. isi pelajaran dalam jumlah yang cukup banyak dan kemungkinannya dapat diserap oleh peserta didik.

5) Kualitas hasil belajar dapat ditingkatkan bilamana integrasi kata dan gambar sebagai media pembelajaran dapat mengkomunikasikan elemen-elemen pengetahuan dengan cara yang terorganisasikan dengan baik, spesifik, dan jelas.

6) Pembelajaran dapat diberikan kapan dan di mana diinginkan. atau diperlukan terutama. jika media pembelajaran dirancang untuk penggunaan secara individu.

7) Sikap positif peserta didik terhadap apa yang mereka pelajari dan terhadap proses belajar dapat ditingkatkan.

8) Peran. guru dapat berubah ke arah yang lebih positif; beban guru untuk penjelasan yang berulang-ulang mengenai isi pelajaran. dapat dikurangi bahkan dihilangkan sehingga ia dapat memusatkan perhatian kepada aspek penting lain dalam proses belajar mengajar, misalnya sebagai konsultan atau penasihat peserta didik.

Dale (1969:180) mengemukakan bahwa bahan-bahan audio-visual dapat memberikan banyak kegunaan/manfaat asalkan guru berperan aktif dalam proses pembelajaran. Hubungan guru-peserta didik tetap merupakan elemen paling penting dalam sistem pendidikan moderen saat ini. Guru harus selalu hadir untuk menyajikan materi pelajaran dengan bantuan media apa saja agar manfaat berikut ini dapat terealisasi:

1) meningkatkan rasa saling pengertian dan simpati dalam kelas;

2) membuahkan perubahan signifikan tingkah laku;

3) menunjukkan hubungan antara mata pelajaran dan kebutuhan dan minat peserta didik dengan meningkatnya motivasi belajar peserta didik;

4) membawa kesegaran dan variasi bagi pengalaman belajar peserta didik;

5) membuat hasil belajar lebih bermakna bagi berbagai kemampuan peserta didik;

6) mendorong pemanfaatan yang bermakna dari mata pelajaran dengan jalan melibatkan imajinasi dan partisipasi aktif yang mengakibatkan meningkatnya hasil belajar;

7) memberikan umpan balik yang diperlukan yang dapat membantu peserta didik menemukan seberapa banyak telah mereka pelajari;

8) melengkapi pengalaman yang kaya dengan pengalaman itu konsep-konsep yang bermakna dapat dikembangkan;

9) memperluas wawasan dan pengalaman peserta didik yang mencerminkan pembelajaran nonverbalistik dan membuat generalisasi yang tepat;

10) meyakinkan diri bahwa urutan dan kejelasan pikiran yang peserta didik butuhkan jika mereka membangun struktur konsep dan sistem gagasan yang bermakna.

Sudjana & Rivai (1992: 2) mengemukakan kegunaan/manfaat media pembelajaran dalam proses belajar peserta didik, yaitu:

1) pembelajaran akan lebih menarik perhatian peserta didik sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar;

2) bahan pembelajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami oleh peserta didik dan memungkinkannya menguasai dan mencapai tujuan pembelajaran;

3) metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi verbal melalui penuturan kata-kata oleh guru, sehingga peserta didik tidak bosan dan guru tidak kehabisan tenaga, apalagi kalau guru mengajar pada setiap jam pelajaran;

4) Peserta didik dapat lebih banyak melakukan kegiatan belajar sebab tidak hanya mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktivitas lain seperti mengamati, melakukan, mendemonstrasikan, memerankan, dan lain-lain.

Encydopedia of Educational Research dalam Hamalik (1994:15) merincikan kegunaan media pendidikan sebagai berikut:

1) Meletakkan dasar-dasar yang konkret untuk berpikir, oleh karena. itu mengurangi verbalisme.

2) Memperbesar perhatian peserta didik.

3) Meletakkan dasar-dasar yang penting untuk perkembangan belajar, oleh karena itu, membuat pelajaran lebih mantap.

4) Memberikan pengalaman nyata yang dapat menumbuhkan kegiatan berusaha sendiri di kalangan peserta didik.

5) Menumbuhkan pemikiran yang teratur dan kontinyu, terutama melalui gambar hidup.

6) Membantu tumbuhnya pengertian yang dapat membantu perkembangan kemampuan berbahasa.

7) Memberikan pengalaman yang tidak mudah diperoleh dengan cara lain, dan membantu efisiensi dan keragaman yang lebih banyak dalam belajar.

Dari uraian dan pendapat beberapa ahli di atas, dapatlah disimpulkan beberapa kegunaan praktis dari penggunaan media pembelajaran di dalam proses belajar mengajar sebagai berikut:

1) Media pembelajaran dapat memperjelas penyajian pesan dan informasi sehingga dapat memperlancar dan meningkatkan proses dan hasil belajar.

2) Media pembelajaran dapat meningkatkan dan mengarahkan perhatian anak sehingga dapat menimbulkan motivasi belajar, interaksi yang lebih langsung antara peserta didik dan lingkungannya, dan kemungkinan peserta didik untuk belajar sendiri-sendiri sesuai dengan kemampuan dan minatnya.

3) Media pembelajaran dapat mengatasi keterbatasan indera, ruang, dan waktu;

a) objek atau benda yang terlalu besar untuk ditampilkan langsung di ruang kelas dapat diganti dengan gambar, foto, slide, realita, film, radio, atau model;

b) objek atau benda yang terlalu kecil yang tidak tampak oleh indera dapat disajikan dengan bantuan mikroskop, film, slide, atau gambar;

c) kejadian langka yang terjadi di masa lalu atau terjadi sekali dalam puluhan tahun dapat ditampilkan melalui rekaman video, film, foto, slide disamping secara verbal.

d) objek atau proses yang amat rumit seperti peredaran darah dapat ditampilkan melalui film, gambar, slide, atau simulasi komputer;

e) kejadian atau percobaan yang dapat membahayakan dapat disimulasikan dengan media seperti komputer, film, dan video.

f) peristiwa alam seperti terjadinya letusan gunung berapi atau proses yang dalam kenyataan memakan waktu lama seperti proses kepompong menjadi kupu-kupu dapat disajikan dengan teknik-teknik rekaman seperti time-lapse untuk film, video, slide, atau simulasi komputer.

g) Media pembelajaran dapat memberikan kesamaan pengalaman kepada peserta didik tentang peristiwa-peristiwa di lingkungan mereka, serta memungkinkan terjadinya interaksi langsung dengan guru, masyarakat, dan lingkungannya misalnya melalui karyawisata, kunjungan-kunjungan ke museum atau kebun binatang.

Sumber Rujukan:
• Arief S. Sadiman, Media Pendidikan;Pengertian, Pengembangan dan Pemanfaatannya, (Jakarta:Raja Grafindo Persada,1993)
• Azhar Arsyad, Media Pembelajaran, (Jakarta:Raja Grafindo Persada,2003)
• Nana Sujana dan Ahmad Rifa’I, Teknologi Pengajaran, (Bandung:Sinar Baru,1989)
•S. Nasution, Teknologi Pendidikan, (Bandung:Jemmars,1987)

• Ronald H. Anderson, Pemilihan dan Pengembangan Media untuk Pembelajaran (Jakarta: Raja Grafindo Persada,1994)

KONSEP DASAR TEKNOLOGI PENDIDIKAN

KONSEP DASAR TEKNOLOGI PENDIDIKAN
A. Kompetensi Dasar


1. Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian, tujuan dan kawasan teknologi pendidikan.

2. Mahasiswa dapat menjelaskan prinsip-prinsip dan perkembangan konsepsi teknologi pendidikan.

3. Mahasiswa dapat menjelaskan pengaruh penerapan teknologi pendidikan terhadap proses pendidikan.



C. Uraian Materi

1. Pengertian dan Tujuan Teknologi Pendidikan

Ada dua pendekatan dalam memberikan pengertian teknologi pendidikan, yaitu:

a. Teknologi pendidikan sebagai suatu pendekatan perangkat keras (hardiware approach)

Menurut pendekatan ini teknologi pendidikan mengandung makna sebagai pemanfaatan atau penggunaan peralatan yang canggih dalam sistem pendidikan. Dalam pengertian seperti ini esensi teknologi pendidikan itu adalah tertuju pada penggunaan peralatan itu sendiri yang biasa disebut dengan media pendidikan, yakni seperangkat alat bantu (audiovisual aids) yang digunakan oleh guru/pendidik dalam rangka berinteraksi dengan peserta didik yang wujud kongkritnya seperti: Radio, TV, Video, film, dan sebagainya.

b. Teknologi pendidikan sebagai, suatu pendekatan perangkat lunak (software approach)

Menurut pendekatan ini teknologi pendidikan merupakan aplikasi prinsip-prinsip ilmiah dalam memecahkan masalah-masalah pendidikan. Prinsir-prinsip ilmiah adalah cara memandang sesuatu secara sistematis, objektif, kritis, dan logis/rasional. Jadi, dengan demikian esensi teknologi pendidikan itu ialah suatu cara yang sistematis, objektif, kritis, dan logis/rasional dalam merancang, melaksanakan, dan menilai keseluruhan proses pendidikan (pembelajaran) untuk mencapai tujuan pendidikan. Pengertian seperti ini sejalan dengan arti secara bahasa kata teknologi itu sendiri. Menurut Webster Dictionary teknologi berarti "systematic treatment“ atau penanganan sesuatu secara sistematis.

Sejalan dengan pendekatan perangkat lunak ini, AECT (Association for Educational Communication and Technology), mendefinisikan teknologi pendidikan sebagai berikut:

Teknologi pendidikati adalah proses yang kompleks dan terpadu (terintegrasi) yang melibatkan manusia, prosedur, ide, peralatan, dan organisasi untuk menganalisis masalah, mencari jalan pemecahan, melaksanakan, mengevaluasi, dan mengelola pemecahan masalah yang menyangkut semua aspek belajar manusia.



Menurut definisi di atas, bahwa tujuan TP dikembangkan adalah untuk memecahkan persoalan belajar manusia atau dengan kata lain mengupayakan agar manusia (peserta didik) dapat belajar dengan mudah dan mencapai hasil secara optimal. Pemecahan masalah belajar tersebut terjelma dalam bentuk semua sumber belajar atau sering dikenal dengan komponen pendidikan yang meliputi: pesan, orang/manusia, bahan, peralatan, teknik, dan latar/lingkungan. Pemecahan masalah belajar tersebut ditempuh melalui proses analisis masalah, penentuan cara pemecahan, pelaksanaam, dan evaluasi yang tercermin dalam Fungsi Pengembangan Media dalam bentuk Riset-teori, desain, produksi, evaluasi, seleksi, logistik, dan penyebarluasan/pemanfaatan. Agar semua fungsi ini berjalan dengan baik maka, perlu adanya koordinasi yang kegiatan tercermin dalam Fungsi Pengelolaan Pendidikan yang meliputi pengelolaan organisasi dan pengelolaan personal. Secara singkat hubungan Sumber belajar, fungsi pengembangan pendidikan, dan fungsi pengelolaan pendidikan dalam konteks teknologi pendidikan dapat ditu.njukkan dalain Model Kawasan Teknologi Pendidikan sebagal berikut:



2. Kawasan Teknologi Pendidikan



































3. Prinsip-Prinsip dan Perkembangan Konsepsi Teknologi Pendidikan

a. Prinsip-Prinsip Teknologi Pendidikan

Dalam upaya pemecahan masalah-masalah belajar, Teknologi Pendidikan menggunakan tiga prinsip dasar, yaitu: 1) Berorientasi pada si-belajar, 2) Menggunakan pendekatan sistem, dam 3) pemanfaatan sumber belajar secara luas dan maksinal.

1) Berorientasi pada si-belajarar (leaner oriented)

Usaha-usaha Teknologi Pendidikan dalam rangka pemecahan masalah-masalah belajar selalu menitikberatkan perhatiannya pada si-belajar. Teknologi Pendidikan memandang si-belajar merupakan sentral kegiatan pendidikan. Si-belajar adalah subjek pendidikan dan bukannya objek pendidikan. Prinsip im menyatakan bahwa dalam setiap proses pendidikan, khususnya proses belajar mengajar, si-belajar hendaknya bertindak sebagai pihak yang aktif dan dibuat aktif. Namun hal ini bukan berarti bahwa guru/pendidik merupakan pihak yang pasif. Keduanya antara guru/pendidik dan si-belajar harus aktif, guru/pendidik harus aktif memberikan kemudahan/fasilitas belajar kepada si-belajar, sedangkan si-belajar aktif belajar dengan berbagai kemudahan atau fasilitas yang disediakan oleh guru/pendidik.

2) Menggunakan pendekatan sistem

Setiap usaha pemecahan masalah yang ditandasi oleh Teknologi Pendidikan, selalu dilandasi dengan penerapan pendekatan sistem. Hal ini berarti masalah-masalah tersebut dipandang sebagai suatu sistem, atau dalam kaitan suatu sistem sehingga penanganan terhadap satu komponen harus mnemperhatikan komponen-komponen lainnya secara integratif.

3) Pemanfaatan sumber belajar secara luas dan maksimal

Dalam Teknologi Pendidikan pemecahan terhadap permasalahan pendidikan, khususnya masalah belajar, terwujud dalam bentuk sumber-sumber belajar (leaming resources) baik sengaja dirancang untuk tujuan-tujuan belajar (by desain) maupun yang tidak dirancang tetapi dimanfaatkan untuk tujuan belajar tersebut( (by utilization).



b. Perkembangan Konsep Teknologi Pendidikan

1) Masa Awal

Menurut sejarah, dunia pendidikan -paling tidak ditinjau dari cara penyajian materi pelajaran- telah mengalami empat tahap revolusi. Revolusi pertama terjadi pada waktu masyarakat memberikan wewenang pendidikan anak-anak mereka kepada orang tertentu hingga timbul "profesi guru". Revolusi ini mengakibatkan pergeseran dari pendidikan "di rumah" oleh orang tua sendiri ke arah pendidikan secara f'ormal di sekolah. Revolusi kedua terjadi dengan dipakainya bahasa tulisan di samping bahasa lisan dalam menyajikan pelajaran di sekolah. Revolusi ketiga terjadi dengan ditemukannya mesin cetak yang pada gilirannya menyebabkan banyaknya buku yang tersedia dan dipakai di sekolah. Dan revolusi keempat terjadi dengan masuknya teknologi canggih berikut produksnya yang menghasilkan alat-alat mekanis, optis, maupun elektronis.

Meskipun revolusi keempat baru berlangsung sekitar 40 tahun yang lalu, namun konsepsi TP dapat dikaji perkembangannya sejak pada revolusi pertama yaitu dengan adanya profesi guru. Artinya bahwa ada unsur-unsur dalam periode pertama tersebut yang dapat ditafsirkan sebagai memberi petunjuk untuk berlangsungnya revolusi yang berikutnya. Di antara yang memberikan kontribusi terhadap konsepsi TP pada masa ini antara lain:

a) Pada sekitar 500 tahun SM kita mengenal kaum Sufi sebagai "penjual ilmu pengetahuan", yaitu yang memberikan pelajaran dengan mendapatkan upah. Menurut Saettler, mereka ini dapat dikatakan sebagai nenek moyang teknologi pembelajaran. Berbagai tingkah laku publisitas mereka lakukan untuk mendapat perhatian, antara lain dengan memakai jubah ungu (yang kemudian berkembang menjadi toga seperti yang kita kenal sekarang), dan ada pula yang memakai mimbar. Kegiatan pembelajaran yang mereka kembangkan ada tiga cara: 1) penyajian kuliah (ceramah) yang dipersiapkan secara teliti terlebih dahulu, 2) penyajian kuliah mengenai sesuaru yang diajukan oleh khalayak, dan 3) debat secara bebas di depan khalayak. Menurut pandangan mereka tentang manusia, bahwa semua orang mempunyai potensi untuk berkembang dan sama-sama mempunyai tanggung jawab sosial untuk mengatur dunia, tetapi semuanya itu hanya dapat dilakukan melalui pendidikan.

b) Socrates (470-399 SM) terkenal antara lain dengan metode pembelajaran yang kita kenal dengan metode "mencari tahu (inquiry method)". Metode ini dilaksanakan dengan cara tanya jawab, dengan dimulai dari sesuatu yang sudah diketahui oleh anak didiknya.

c) Johann Amos Comenius (1592-1670) memberikan kontribusi pula bagi perkembangan konsepsi teknologi pendidikan. Di antara prinsip-prinsip pendidikan yang diajukan oleh Comenius adalah: a) Isi pelajaran harus disesuaikan dengan tahap perkembangan anak didik, b) Sesuatu yang diajarkan haruis mempunyai aplikasi praktis dalam kehidupan dan harus mengandung nilai bagi anak didik, dan c) Bahian ajar disusun secara induktif, mulai dari yang mudah meningkat ke arah yang sulit, dan Commenius menulis serangkalan buku teks dengan ilustrasi dibuat sesuai dengan kebutuhan pembelajaran. Karya Commenius tersebut terkenal dengan buku "Orbus Pictus" (Dunia dalam gambar) terbit tahun 1658.

2) Masa Pertumbuhan dan Perkembangan Konsepsi Teknologi Pendidikan

a) Pembelajaran Visual atau Alat Bantu Visual (1923)

Masa ini mulai tumbuh sekitar tahun 1923. Yang dimaksud dengan alat bantu visual dalam konsepsi pembelajaran visual adalah setiap gambar, model, benda, atau alat yang dapat memberikan pengalaman visual yang nyata kepada anak. Maksud penggunaan alat bantu visual ini adalah: a) memperkenalkan, membentuk, dan memperkaya, serta memperjelas pengertian yang abstrak kepada anak, b) mengembangkan sikap yang diinginkan, dan c) mendorong kegiatan anak lebih lanjut.

Pembelajaran visual ini memperkmalkan tiga konsep dasar: a) Penggunaan bahan-bahan visual dalam pembelajaran dapat menyajikan gagasan yang abstrak sifatnya menjadi lebih kongkrit, b) pentingnya pengklasifikasian jenis-jenis alat bantu visual yang dipergunkan, dan c) perlunnya mengintegrasikan bahan-bahan visual ke dalam kurikulum, sehingga penggunaannya tidak terpisah atau terlepas dari kurikulum yang dipergunakan.

Kelemahan dari konsepsi pengajaran Visual adalah: a) menekankan kepada bahan-bahan visual itu sendiri, artinnya tidak disertai dengan kegiatan yang berhubungan desain, pengembangan,produksi, evaluasi, dan pengelolaan bahan-balian visual tersebut, dan b) bahan visual dipandang sebagai "alat bantu" guru untuk kegiatan mengajar, jadi tidak dipandang sebagai suatu kesatuan bahan pengajaran yang dapat dipakai untuk belajar sendiri.

b) Pembelajaran Audio Visual

Konsepsi pembelajaran Audio Visual ini mulai berkembang kira-kira tahun 1940. Inti dari konsepsi pembelajaran audio visual ini adalah digunakannya berbagai alat atau bahan oleh guru untuk menyampaikan ide atau gagasan dan pengalaman kepada anak melalui mata dan telinga. Konsepsi dasar yang diperkenalakan oleh pembelajaran audio visual ini sama dengan pembelajaran visual hanya ada unsur tambahan audi (pendengaran).

Perkembangan pembelajaran audio visual ini sangat dipengaruhi oleh perkembangan di luar bidang pendidikan itu sendiri, seperti perkembangan industri yang cepat sehingga dapat diproduksi peralatan dan bahan dalam jumlah yang besar seperti kamera, proyektor, dan filmnya. Konsepsi pembelajaran audio visual ini juga mengandung kelemahan seperti halnya pembelajaran visual di atas.

c) Pembelajaran sebagai Teori Komunikasi

Perkembangan ini dipengaruhi adanya penerapakan ilmu komunikasi pada proses pembelajaran pada sekilar talitui 1950. Pembelajaran dengan menerapkan konsep komunikasi ini, tidak lagi penekanan diletakkan pada alat atau bahan yang berupa bahan audio visual untuk pembelajaran, tetapi sekarang dipusatkan kepada keseluruhan proses komunikasi informasiatau pesan mulai dari sumber (guru maupun bahan) sampai ke penerima/sasaran (si-belajar). Jadi, ciri penting dari konsepsi pembelajaran dengan menerapkan teori komunikasi ini adalah ditinggalkannya suatu penekanan kepada bahan-bahan audio visual sebagai alat bantu mengajar, dan gantinya memberikan penekanan kepada proses komunikasi yang lengkap. Proses koinunikasi yang lengkap itu menunjukkan kepada perhatian terhadap unsur-unsur yang terlibat dalam proses itu dan saling hubungan di antaranya. Jadi melibatkan. lebih banyak daripada sekedar bahan yang dipakai untuk menyajikan bahan yang dipakai untuk menyajikan pesan.

Di antara model proses komunikasi yang dianggap paling berguna untuk mengem bangkan konsep TP adalah Model SMCR Berlo, yakni sebagai berikut:





MODEL RAMUAN KOMUNIKASI


Model ini menunjukkan dua konsep yang sudah disebutkan di atas yaitu: 1) berbubungan dengan keseluruhan proses penyampaian pesan dari sumber kepada penerima, dan 2) menunjukkan adanya unsur-unsur yaug terlibat di dalam proses dan adanya antar hubungan yang dinamis antar unsur-unsur yang terdapat di dalam proses.

Kelemahan dari konsepsi ini masih ada kesan bahwa proses komunikasi ini berjalan linier, padahal kenyataannya tidaklah demikian. Dalam proses komunikasi pada umumnya terjadi secara dua arah atau adanya umpan balik (respon) dari si penerlina ke penyampai pesan.

d) Penerapan Pendekatan Sistem dan Konsep Pengembangan Pelajaran dalam Kegiatan Pendidikan

Konsesi ini berkembang mulai tahun 1960. Menurut konsepsi ini TP adalah:

1) Proses yang kompleks dan terpadu (terintegrasi) yang melibatkan manusia, prosedur, ide, peralatan, dan organisasi untuk menganilis masalah, mencari jalan pemecahan, melaksanakan, mengevaluasi, dan mengelola pemecahan masalah yang menyangkut semua aspek belajar manusia.

2) Suatu bidang yang terlibat dalam membantu kegiatan belaiar manusia, melalui identifikasi masalah, pengembangan, organisasi, dan. pemanfaatan. berbagai sumber belajar secara sistematik serta melalui pengelolaan atas proses-proses tersebut.



4. Pengaruh Penerapan Teknologi Pendidikan Terhadap Proses Pendidikan

Penerapan Teknologi Pendidikan akan mempunyai pengaruh yang penting bagi proses pendidikan. Pengaruh tersebut akan terasa sekali terhadap tiga hal, yaitu: Pengambilan keputusan pendidikan, pola pembelajaran, dan dimungkinkan lahimya berbagai bentuk altematif lembaga pendidikan.

a. Pengaruh penerapan Teknologi Pendidikan terhadap pengambilan keputusan pendidikan

Menurut pengamatan Heinich (1970) aplikasi Teknologi Pendidikan secara langsung berpengaruh terhadap pengambilan keputusan berkaitan dengan proses pendidikan. Aplikasi itu membawa dampak pada siapa yang memutuskan tentang isi yang diajarkan, siapa yang merancang sumber belajar dan bagaimana caranya, siapa dan bagaimana memproduksi sumber belajar, siapa dan bagaimana mengevaluasi pembelajaran, siapa dan bagaimana berinteraksi dengan si belajar, serta siapa. yang menilai hasil belajar peserta didik.

1) Penetapan Isi

Teknologi Pendidikan mengalihkan penetapan isi kurikulum pada tingkat perencanaan dan penentuan dari tangan para guru/instruktur secara perorangan atau oleh ahli bidang studi menjadi penetapan oleh tim secara bersama-sama yang terdiri dari ahli bidang studi, para pengembang instruksional, dan produser yang memproduksikan unit-unit pembelajaran tersebut. Dengan ditetapkannya isi kurikulum oleh tim tersebut maka peranan guru atau instruktur akan berubah menjadi memilih dan bukannya menetapkan isi kurikulum tersebut.

2) Rancmgan Pembelajaran

Orang-orang yang melaksanakan kegiatan merancang serta teknik yang dipergunakan akan mengalami perubahan dengan adanya pembelajaran bermedia. Dalam paradigma tradisional "guru kelas saja", kegiatan merancang pembelajaran dilakukan oleh seseorang dengan menggunakan metode perencanaan pelajaran yang tradisional, di mana buku teks merupakan sumber belajar utama dan kadang-kadang dipergunakan "alat bantu Audiovisual” sebagai pelengkap. Sedangkan pembelajaran bermedia biasanya dilakukan oleh seorang ahli dalam proses pengembangan instruksional, termasuk di dalamnya kegiatan menilai kebutuhan, analisis peserta didik, penyusunan tujuan pembelajaran, penyusunan penilaian, dan sebagainya. Jadi di sini terjadi pergeseran, dari ahli merancang yang dasamya spesial bidang studi ke ahli merancang yang khusus dilatih dalam metode pengembangan instruksional. Proses yang mereka pakai adalah proses pengembangan instruksional yang sistematik, dan bukan sekedar pendekatan intuitif seperti yang kebanyakan dipakai oleh guru/instruktur jaman dulu.

3) Produksi Bahan Pembelajaran

Pembelajaran bermedia akan mengubah pula orang-orang yang melaksanakan kegiatan produksi, teknik maupun kualitas produksi mereka. Sumber belajar yang secara. soderhana diproduksikan oleh gutru/instruktur, akan tersisih oleh unit pembelajaran bermedia yang dikerjakan oleh spesialis produksi berbagai media, seperti: audio, foto, film, televisi, dsb. Mereka ini menggunakan teknik prodaksi dan peralatan yang canggih/piawai. Pendidikan mereka berlainan dengan pendidikan guru/instruktur, yaitu bukan sekedar isi ajaran, melainkan juga mempelajari teknik dan penggunaan peralatan.

4) Evaluasi Pembelajaran

Dalam pembelajaran yang tradisional, evaluasi pembelajaran seringkali merupakan fungsi yang terabaikan. Dalam Teknologi Pendidikan, khsususnya program bermedia, fungsi evaluasi menduduki peranan utama. Evaluasi pembelajaran dilakukan baik pada tahap pengembangan maupun dalam tahap pemanfaatannya, dalam rangka menentukan efektivitas dan mengidentifikasikan bagian-bagian yang memerlukan penyempumaan. Fungsi evaluasi tidak saja dilaksanakan oleh para guru/instruktur, tetapi juga oleh para ahli yang menguasai model-model evaluasi, teknik evaluasi formatif dan sumatif serta penyusunan instrumen evaluasi. Mereka ini adalah orang-orang yang khusus dilatih dalam teknik-teknik evaluasi.

5) Interaksi dengan Si-belajar

Tujuan serta orang yang melaksanakan kegiatan interaksi dengan si-belajar, akan berubah secara radikal dengan adanya pembelajaran bermedia. Dalam pembelajaran yang tradisional, guru/instruktur secara langsung berinteraksi dengan si-belajar. Dalam pembelajaran bermedia, tugas menyajikan informasi khususnya oleh sumber belajar lain yang bukan orang secara langsung. Peranan interaksi yang dilakukan dengan si-belajar, pertama-tama adalah untuk membantu perkembangan emosi dan sosial mereka. Kemungkinan interaksi kedua adalah untuk -tutorial- yaitu memberikan bantuan remedial bagi peserta didik yang mengalami kesulitan dalam belajar dari media. Peranan guru seperti ini jelas berbeda dengan peranan guru/instruktur kelas.

6) Penilaian Belajar

Secara tradisional, para guru sendirilah yang melakukan penilaian apakah peserta didik mencapai tujuan belajar atau belum dengan mengadakan tes. Tambahan pula tes-tes tersebut seringkali dianggap sebagai bagian terpisah dan berlainan dari pembelajaran. Seringkali pula tes tersebut tidak didasarkan pada tujuan instruksional khusus. Dengan pembelajaran bermedia, teknik mengevaluasi prestasi peserta didik menjadi bagian dari pembelajaran. Tes bukan merupakan tambahan, melainkan bagian integral dari pembelajaran. Acapkali hasil tes menentukan apakah peserta didik memerlukan pembelajaran remedial atau tidak, sebelum peserta didik yang bersangkutan melanjutkan pelajaran yang berikutnya. Dengan demikian pengembangan alat-alat penilaian menjadi bagian dari pengembangan bahan pembelajaran dan dilaksanakan oleh ahli bidang studi dan para pengembang instruksional yang merancang pembelajaran. Secara tradisional, guru merupakan orang yang memeriksa tes, Akan tetapi dalam pembelajaran bermedia, penilaian hasil belajar peserta didik mungkin dikerjakan oleh para juru tulis (untuk tes pilihan ganda), atau peserta didik lain (asisten pengajar), ataupun para penilai (evaluator) yang diberi tugas khusus. M.ereka ini melaksanakan koreksi jawaban tes dengan pedoman kunci jawaban yang disusun oleh perancang tim khusus. Orang-orang yang melakukan tugas penilaian dalam contoh-contoh tersebut tingkat pendidikannya tidak setinggi pendidikan untuk guru.

b. Pengaruh penerapan Teknologi Pendidikan terhadap pola pembelajaran

Berdasarkan definisi Teknologi Pendidikan yang sekarang, dapat diidentifikasikan empat pola dasar pembelajaran yang dapat diorganisasikan.

1) Pola pembelajaran tradisional dalam bentuk tatap muka guru-peserta didik.

Dalam pola ini guru, yang bertindak selaku Komponen Sistem Instruksional, merupakan satu-satunya sumber belajar. Guru memegang kontrol sepenuhnya atas berlangsuugnya pembelajaran. Guru memegang kontrol penuh dalam menetapkan isi serta metode belajar, dan dalam menilai kemajuan belajar anak didik. Pola pembelajaran seperti ini banyak didapati pada zaman dulu. Pola ini menurut Morris dapat digambarkan dalam diagram berikut:




2) Pola pembelajaran guru dengan media.

Yaitu pola pembelajaran di mana dalam kegiatan pembelajarannya guru dibantu dengan alat bantu tertentu (misal: "alat bantu audivisual"). Pola ini masih totap memandang guru sebagai Komponen Sistem Instruksional yang utama, dengan sumber belajar lain yang dipergunakan sebagai tambahan. Dalam pembelajaran ini guru kelas masih memegang kandali hanya saja tidak semutlak pola pertama, karena dia dibantu oleh sumber lain. Dalam pola ini guru aktif menyampaikan isi kurikulum, murid menerima apa yang disampaikan kepadanya. Dalam menyampaikan isi pelajaran guru menggunakan buku teks, papan tulis, peta, alat-alat peraga, alat-alat audio visual, dan sebagainya. Dalam pola ini kalau guru tidak ada, alat-alat tersebut tidak berfungsi, bahkan dalam mempelajari buku teks yang sudah ada padanya, murid menunggu sampai bab-babnya diterangkan guru. Pola ini menurut Morris dapat digambarkan sebagai berikut:



3) Pola pembelajaran di mana kurikulum sampai kepada peserta didik melalui interaksi langsung antara peserta didik dengan sumber-sumber belajar.

Pada pola ini guru bersama-sama dengan sumber lain menjadi pendorong bagi peserta didik untuk belajar. Tugas guru di sini ialah mengatur, mengarahkan, mendorong, mengawasi, dan memberi pertolongan bila diperlukan supaya anak didik dapat beriteraksi dengan sumber-sumber belajar yang relevan dengan tujuan yang akan dicapai. Pada pola ini anak didik dituntut untuk aktif belajar sendiri, dengan membaca buku pelajaran terprogram, mendengarkan kaset atau radio, melihat TV, film, dan sebagainya. Untuk dapat terlaksananya pola pembelajaran ini harus dipersiapkan program-progrm media yang relevan dengan tujuan yang akan dicapai. Tentu saja peserta didik masih perlu berinteraksi dengan guru untuk membicarakan hal-hal yang penting, memecahkan persoalan yang sulit, menjawab pertanyaan, dansebagainya. Bila perlu guru dapat juga mempertemukan anak didik dengan sumber belajar lain, seperti dokter, ahli teknik, polisi, pejabat pemerintah (Camat, Buputi, dsb.), tokoh agama, dan sebagainya. Guru dapat juga membawa murid ke tempat-tempat tertentu untuk mengobservasi hal-hal yang sesuai dengan tujuan yang akan dicapai, seperti ke masjid, pantai, moseum, candi, persawahan, dan sebagainya. Pola ini dapat digambarkan sebagai berikut:







4) Pola pembelajaran yang "bermedia saja"

Dalam pola ini anak didik belajar atas kemauan dan keaktifan sendiri. Bantuan guru hampir tak diperlukan lagi. Pola ini hanya terlaksana kalau faktor-faktor yang ada dalam diri peserta didik (intemal conditions) telah cukup untuk bekal penerimaan pengetahuan baru. (seperti kemampuan Calistung). Pola pembelajaran ini dapat digambarkan sebagai berikut,









Catatan:

Dalam kenyataan tidak terdapat bentuk pola pembelajaran secara ekstrim, berbagai pola itu saling berbaur dalam suatu jangka waktu dan proses pembelajaran tertentu. Kombinasi dari keempat pola di atas dapat digambarkan sebagai berikut.







2 3 4









1 2









1 2 3 4













c. Pengatruh Penerapan Teknologi Pendidikan terhadap Jenis Altematif Lembaga Pendidikan

Telah kita ketahui bahwa kegiatan pembelajaran hampir selalu terjadi dalam lembaga yang disebat sekolah. Penerapan Teknologi Pendidikan akan dapat mempengaruhi struktur dan bentuk lembaga pendidikan, sehingga lembaga pendidikan tersebut tidak hanya berbentuk sekolah saja. Dengan diterapkannya Teknologi Pendidikan, paling tidak ada tiga macam altematif yang tersedia untuk memberikan kemudahan dalam belajar. Masing-masing altematif berbeda terutama ditinjau dari segi formalitas - yaitu sifat wajib dari lembaga bersangkutan, dari tingkat kewenangan para pengelolanya, dan dari macam sumber belajar yang tersedia.

1) Lembaga Pendidikan Formal (Sekolah)

Karakteristik jenis lembaga pendidikan ini adalah: (1) merupakan lembaga pendidikan yang paling formal seperti yang kita kenal sekarang, mulai dari jenjang TK, sampai PT, (2) kehadiran bersifat wajib baik bagi pengelola, guru, peserta didik maupun tenaga kependidikon lainnya, (3) kewenangan pengelolaan ada ditangan para pendidik profesional dan pemerintah, (4) sumber dan pendekatan yang dipakai terbatas.

2) Lembaga Pendidikan Yang lebih Informal

Sistem pendidikan ini misalnya program pendidikan jarak jauh atau belajar dengan media. Salah satu contohnya adalah program Uni.versitas Terbuka. Dilihat dari sisi pengelolan dan pengendaliannya, lembaga pendidikan ini memang mirip altematif pertama, namun dari sisi sifat belajar dari si-belaJjr dan sumber belajar yang dikembangkan lebih bersifat informal

3) Jaringan Belajar (Leaming Network)

Jaringan ini bukan merupakan lembaga ataupun sistem pendidikan, melainkan merupakan sarana kemudahan untuk memperoleh sumber belajar dalam arti yang seluas-luasnya, yaitu segala sesuatu yang dapat membantu orang untuk belajar. Tujuan, keikutsertaan, serta kewenangan sepenuhnya ada di tangan pribadi si-belajar, ia bebas dalam menentukan apakah jaringan itu akan dimanfaatkannya atau tidak. Bila berbagai kelembagaan pendidikan tersebut dapat digambarkan sebagai suatu kontinum, maka pada satu ujungnya terdapat pendidikan formal, di mana persyaratan ketat, pengelolaan dan kewenangan di tangan pendidik profesional dan pemerintah, dengan macam sumber belajar dan pendekatan yang dipakainya terbatas. Ke arah ujung yang bertentangan, akan makin kurarg formalitasnya, makin longgar otoritasnya, serta makin beragam sumber dan pendekatan yang dipakai. Ke arah ujung ini kita kenal seperti yang disebut sebagai "jaringan belajar”.