Jumat, 10 Desember 2010

PERENCANAAN MEDIA PENDIDIKAN

Bila kita akan membuat media pembelajaran langkah pertama yang dilakukan adalah melakukan persiapan dan perencanaan yang teliti. Dalam membuat perencanaan, kita perlu memperhatikan dan mempertimbangkan hal-hal berikut:
a. menganalisis kebutuhan dan karakteristik siswa;
b. merumuskan kompetensi dan indikator hasil belajar;
c. merumuskan butir-butir materi secara terperinci yang mendukung tercapainya kompetensi;
d. mengembangkan alat pengukur keberhasilan;
e. menulis naskah media;
f. mengadakan tes dan revisi.
Penjelasan masing-masing aspek tersebut adalah sebagai berikut:
a. Analisis Kebutuhan dan Karakteristik Siswa
Dalam proses pembelajaran yang dimaksud dengan kebutuhan adalah kesenjangan antara kemampuan, keterampilan, dan sikap siswa yang kita inginkan dengan kemampuan, keterampilan, dan sikap siswa yang mereka miliki sekarang. Bila yang kita inginkan, misalnya, siswa dapat menghafal bacaan-bacaan shalat, sedangkan saat ini mereka hanya menghafal surat al-Fatihah, sehingga ada kesenjangan bacaan-bacaan shalat yang lainnya. Dalam hal ini terdapat kebutuhan untuk mengajarkan bacaan-bacaan shalat selain al-Fatihah kepada siswa itu.
Ketika kita membuat media tentu saja kita berharap media yang kita buat itu akan digunakan atau dimanfaatkan oleh siswa. Media tersebut hanya akan digunakan kalau media itu memang mereka perlukan. Jadi sebelum kita membuat sesuatu media tentulah kita harus bertanya apakah media itu diperlukan? Untuk dapat menjawab pertanyaan itu kita harus bertanya kemampuan, atau keterampilan, sikap apakah yang ingin dimiliki siswa? Mengenai kemampuan, keterampilan atau sikap yang diinginkan itu dapat diketahui dengan berbagai cara. Salah satunya adalah dengan melihat tuntutan kebutuhan yang ada di masyarakat. Cara lain adalah dengan melihat apa yang dirumuskan dalam kurikulum. Siswa kelas enam SD pada akhir tahun ajaran dituntut untuk memiliki sejumlah kemampuan, dan sikap yang telah dirumuskan dalam kurikulum. Pada awal tahun ajaran tentu terdapat kesenjangan yang sangat besar antara apa yang dituntut oleh kurikulum itu dengan apa yang telah dimiliki siswa. Kesenjangan itulah yang merupakan kebutuhan siswa kelas enam itu yang merupakan acuan bagi guru dalam menyusun bahan ajaran yang perlu diberikan kepada siswa.
Di atas telah dibicarakan bahwa jika kita membuat media, media itu perlu disesuaikan dengan kebutuhan siswa. Karena Setiap kelompok siswa pada hakikat mempunyai kebutuhan yang berbeda-beda, kita perlu menentukan secara khas siapa sesungguhnya yang akan kita layani dengan media itu. Membuat media untuk siswa SD tentu berbeda dengan membuat media untuk siswa SMTP, dan akan sangat berbeda dengan media untuk mahasiswa. Karena itu, kita harus menentukan dengan pasti dan jelas siapa siswa kita. Bila kita telah menemukan siapa siswa yang menjadi sasaran media yang sedang kita susun, kita harus meneliti karakteristik apa yang dimiliki oleh siswa kita itu.
Sebagai perancang media kita harus dapat mengetahui pengetahuan atau keterampilan awal siswa. Yang dimaksud dengan pengetahuan/keterampilan yang telah dimiliki siswa sebelum ia mengikuti kegiatan instruksional. Suatu media akan dianggap terlalu mudah bagi siswa bila siswa tersebut telah memiliki sebagian besar pengetahuan/keterampilan yang disajikan oleh media itu. Sebaliknya media akan dipandang terlalu sulit bagi siswa bila siswa belum memiliki pengetahuan/keterampilan prasyarat yang diperlukan siswa sebelum menggunakan media itu. Pengetahuan prasyarat ialah pengetahuan/keterampilan yang harus telah dimiliki siswa sebelum menggunakan media itu. Misalnya, seorang siswa yang ingin belajar cara tahsin bacaan al-Quran dengan baik, ia akan dapat mengikutinya dengan baik bila ia telah dapat membaca Al-Quran. Bila syarat tersebut belum dimilikinya, media tersebut akan terlalu sukar baginya.
Sebelum media dibuat kita harus meneliti dengan baik pengetahuan awal maupun pengetahuan prasyarat yang dimiliki siswa yang menjadi sasaran media kita. Penelitian ini biasanya dilakukan dengan menggunakan tes. Bila tes ini tidak dapat dilakukan karena persoalan biaya, waktu, maupun alasan lainnya pengembangan media sedikitnya harus dapat membuat asumsi-asumsi mengenai pengetahuan dan keterampilan prasyarat yang harus dimiliki siswa serta pengetahuan awal yang diduga telah dimiliki siswa.
b. Perumusan kompetensi dan indikator hasil belajar
Tujuan merupakan sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan kita. Tujuan dapat mernberi arah tindakan yang kita lakukan.Tujuan ini juga dapat dijadikan acuan ketika kita mengukur apakah tindakan kita betul atau salah, ataukah tindakan kita berhasil atau gagal.
c. Pengembangan materi pembelajaran
Materi pembelajaran (instructional materials) adalah pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus dikuasai peserta didik dalam rangka memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan (Puskur Depdiknas, 2008: 3). Materi pembelajaran menempati posisi yang sangat penting dari keseluruhan kurikulum, yang harus dipersiapkan agar pelaksanaan pembelajaran dapat mencapai sasaran. Sasaran tersebut harus sesuai dengan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang harus dicapai oleh peserta didik. Artinya, materi yang ditentukan untuk kegiatan pembelajaran hendaknya materi yang benar-benar menunjang tercapainya standar kompetensi dan kompetensi dasar, serta tercapainya indikator. Materi pembelajaran dipilih seoptimal mungkin untuk membantu peserta didik dalam mencapai standar kompetensi dan kompetensi dasar. Hal-hal yang perlu diperhatikan berkenaan dengan pemilihan materi pembelajaran adalah jenis, cakupan, urutan, dan perlakuan (treatment) terhadap materi pembelajaran tersebut.
Jenis-jenis materi pembelajaran dapat diklasifikasi sebagai berikut(Puskur Depdiknas, 2008: 4)
1) Fakta yaitu segala hal yang bewujud kenyataan dan kebenaran, meliputi nama-nama objek, peristiwa sejarah, lambang, nama tempat, nama orang, nama bagian atau komponen suatu benda, dan sebagainya. Contoh dalam mata pelajaran Sejarah: Peristiwa sekitar Proklamasi 17 Agustus 1945 dan pembentukan Pemerintahan Indonesia.
2) Konsep yaitu segala yang berwujud pengertian-pengertian baru yang bisa timbul sebagai hasil pemikiran, meliputi definisi, pengertian, ciri khusus, hakikat, inti /isi dan sebagainya. Contoh, dalam mata pelajaran Biologi: Hutan hujan tropis di Indonesia sebagai sumber plasma nutfah, Usaha-usaha pelestarian keanekargaman hayati Indonesia secara in-situ dan ex-situ, dsb.
3) Prinsip yaitu berupa hal-hal utama, pokok, dan memiliki posisi terpenting, meliputi dalil, rumus, adagium, postulat, paradigma, teorema, serta hubungan antarkonsep yang menggambarkan implikasi sebab akibat. Contoh, dalam mata pelajaran Fisika: Hukum Newton tentang gerak, Hukum 1 Newton, Hukum 2 Newton, Hukum 3 Newton, Gesekan Statis dan Gesekan Kinetis, dan sebagainya.
4) Prosedur merupakan langkah-langkah sistematis atau berurutan dalam mengerjakan suatu aktivitas dan kronologi suatu sistem. Contoh, dalam mata pelajaran TIK: Langkah-langkah mengakses internet, trik dan strategi penggunaan Web Browser dan Search Engine, dan sebagainya.
5) Sikap atau Nilai merupakan hasil belajar aspek sikap, misalnya nilai kejujuran, kasih sayang, tolong-menolong, semangat dan minat belajar dan bekerja, dsb. Contoh, dalam mata pelajaran Geografi: Pemanfaatan lingkungan hidup dan pembangunan berkelanjutan, yaitu pengertian lingkungan, komponen ekosistem, lingkungan hidup sebagai sumberdaya, pembangunan berkelanjutan.
Prinsip-prinsip yang dijadikan dasar dalam menentukan materi pembelajaran adalah kesesuaian (relevansi), keajegan (konsistensi), dan kecukupan (adequacy) (Puskur Depdiknas, 2008: 5).
1) Relevansi artinya kesesuaian. Materi pembelajaran hendaknya relevan dengan pencapaian standar kompetensi dan pencapaian kompetensi dasar. Jika kemampuan yang diharapkan dikuasai peserta didik berupa menghafal fakta, maka materi pembelajaran yang diajarkan harus berupa fakta, bukan konsep atau prinsip ataupun jenis materi yang lain. Misalnya: kompetensi dasar yang harus dikuasai peserta didik adalah ”Menjelaskan hukum permintaan dan hukum penawaran serta asumsi yang mendasarinya” (Ekonomi kelas X semester 1) maka pemilihan materi pembelajaran yang disampaikan seharusnya ”Referensi tentang hukum permintaan dan penawaran” (materi konsep), bukan Menggambar kurva permintaan dan penawaran dari satu daftar transaksi (materi prosedur).
2) Konsistensi artinya keajegan. Jika kompetensi dasar yang harus dikuasai peserta didik ada empat macam, maka materi yang harus diajarkan juga harus meliputi empat macam. Misalnya kompetensi dasar yang harus dikuasai peserta didik adalah Operasi Aljabar bilangan bentuk akar (Matematika Kelas X semester 1) yang meliputi penambahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian, maka materi yang diajarkan juga harus meliputi teknik penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan merasionalkan pecahan bentuk akar.
3) Adequacy artinya kecukupan. Materi yang diajarkan hendaknya cukup memadai dalam membantu peserta didik menguasai kompetensi dasar yang diajarkan. Materi tidak boleh terlalu sedikit, dan tidak boleh terlalu banyak. Jika terlalu sedikit maka kurang membantu tercapainya standar kompetensi dan kompetensi dasar. Sebaliknya, jika terlalu banyak maka akan mengakibatkan keterlambatan dalam pencapaian target kurikulum (pencapaian keseluruhan SK dan KD).
Penentuan materi pembelajaran dapat menempuh Langkah-langkah sebagai berikut (Puskur Depdiknas, 2008: 10-12).
1) Identifikasi standar kompetensi dan kompetensi dasar
Sebelum menentukan materi pembelajaran terlebih dahulu perlu di identifikasi aspek-aspek keutuhan kompetensi yang harus dipelajari atau dikuasai peserta didik. Aspek tersebut perlu ditentukan, karena setiap standar kompetensi dan kompetensi dasar memerlukan jenis materi yang berbeda-beda dalam kegiatan pembelajaran. Harus ditentukan apakah standar kompetensi dan kompetensi dasar yang harus dikuasai peserta didik termasuk ranah kognitif, psikomotor ataukah afektif. Ranah Kognitif jika kompetensi yang ditetapkan meliputi pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan penilaian. Ranah Psikomotor jika kompetensi yang ditetapkan meliputi gerak awal, semirutin, dan rutin. Ranah Afektif jika kompetensi yang ditetapkan meliputi pemberian respons, apresiasi, penilaian, dan internalisasi.

2) Identifikasi jenis-jenis materi pembelajaran
Identifikasi dilakukan berkaitan dengan kesesuaian materi pembelajaran dengan tingkatan aktivitas /ranah pembelajarannya. Materi yang sesuai untuk ranah kognitif ditentukan berdasarkan perilaku yang menekankan aspek intelektual, seperti pengetahuan, pengertian, dan keterampilan berpikir. Dengan demikian, jenis materi yang sesuai untuk ranah kognitif adalah fakta, konsep, prinsip dan prosedur. Materi pembelajaran yang sesuai untuk ranah afektif ditentukan berdasarkan perilaku yang menekankan aspek perasaan dan emosi, seperti minat, sikap, apresiasi, dan cara penyesuaian diri. Dengan demikian, jenis materi yang sesuai untuk ranah afektif meliputi rasa dan penghayatan, seperti pemberian respon, penerimaan, internalisasi, dan penilaian.
Materi pembelajaran yang sesuai untuk ranah psikomotor ditentukan berdasarkan perilaku yang menekankan aspek keterampilan motorik. Dengan demikian, jenis materi yang sesuai untuk ranah psikomotor terdiri dari gerakan awal, semirutin, dan rutin. Misalnya tulisan tangan, mengetik, berenang, mengoperasikan komputer, mengoperasikan mesin dan sebagainya.
Materi yang akan dibelajarkan perlu diidentifikasi secara tepat agar pencapaian kompetensinya dapat diukur. Di samping itu, dengan mengidentifikasi jenis-jenis materi yang akan dibelajarkan, maka guru akan mendapatkan ketepatan dalam metode pembelajarannya. Sebab, setiap jenis materi pembelajaran memerlukan strategi, metode, media, dan sistem evaluasi yang berbeda-beda. Misalnya metode pembelajaran materi fakta atau hafalan bisa menggunakan “jembatan keledai”, “jembatan ingatan” (mnemonics), sedangkan metode pembelajaran materi prosedur dengan cara “demonstrasi”.
Cara yang paling mudah untuk menentukan jenis materi pembelajaran yang akan dibelajarkan adalah dengan cara mengajukan pertanyaan tentang kompetensi dasar yang harus dikuasai peserta didik. Dengan mengacu pada kompetensi dasar, kita akan mengetahui apakah materi yang harus kita belajarkan berupa fakta, konsep, prinsip, prosedur, aspek sikap, atau keterampilan motorik.
Berikut adalah pertanyaan penuntun untuk mengidentifikasi jenis materi pembelajaran.
a) Apakah kompetensi dasar yang harus dikuasai peserta didik berupa mengingat nama suatu objek, simbol atau suatu peristiwa? Kalau jawabannya “ya” maka materi pembelajaran yang harus diajarkan adalah “fakta”.
b) Apakah kompetensi dasar yang harus dikuasai peserta didik berupa kemampuan untuk menyatakan suatu definisi, menuliskan ciri khas sesuatu, mengklasifikasikan atau mengelompokkan beberapa contoh objek sesuai dengan suatu definisi? Kalau jawabannya “ya” berarti materi yang harus diajarkan adalah “konsep”.
c) Apakah kompetensi dasar yang harus dikuasai peserta didik berupa menjelaskan atau melakukan langkah-langkah atau prosedur secara urut atau membuat sesuatu? Bila “ya” maka materi yang harus diajarkan adalah “prosedur”.
d) Apakah kompetensi dasar yang harus dikuasai peserta didik berupa menentukan hubungan antara beberapa konsep, atau menerapkan hubungan antara berbagai macam konsep? Bila jawabannya “ya”, berarti materi pembelajaran yang harus diajarkan termasuk dalam kategori “prinsip”.
e) Apakah kompetensi dasar yang harus dikuasai peserta didik berupa memilih berbuat atau tidak berbuat berdasar pertimbangan baik buruk, suka tidak suka, indah tidak indah? Jika jawabannya “Ya”, maka materi pembelajaran yang harus diajarkan berupa aspek sikap atau nilai.
f) Apakah kompetensi dasar yang harus dikuasai peserta didik berupa melakukan perbuatan secara fisik? Jika jawabannya “Ya”, maka materi
d. Perumusan Alat Pengukur Keberhasilan
Dalam setiap kegiatan pembelajaran, kita perlu mengkaji apakah kompetensi dan indikatornya dapat dicapai atau tidak pada akhir kegiatan pembelajaran itu. Untuk keperluan tersebut kita perlu mempunyai alat yang digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan siswa. Alat pengukur keberhasilan siswa ini perlu dirancang dengan seksama dan seyogyanya dikembangkan sebelum naskah program media ditulis atau sebelum kegiatan belajar mengajar dilaksanakan. Alat ini berupa tes, penugasan, ataupun daftar cek perilaku.
Alat pengukur keberhasilan harus dikembangkan sesuai dengan kompetensi dan indikator yang akan dicapai dan pokok-pokok materi pembelajaran yang akan disajikan kepada siswa. Hal yang diukur atau yang dievaluasi ialah kemampuan, keterampilan atau sikap siswa yang dinyatakan dalam rumusan kompetensi dan indikator yang diharapkan dapat dimiliki siswa sebagai hasil kegiatan pembelajaran itu.
e. Penulisan naskah
Dalam tahap ini pokok-pokok materi pembelajaran perlu diuraikan lebih lanjut untuk kemudian disajikan kepada siswa. Penyajian ini dapat disampaikan melalui media yang sesuai atau yang dipilih. Supaya materi pembelajaran tersebut dapat disampaikan melalui media itu, materi tersebut perlu dituangkan dalam tulisan dan atau gambar yang akan kita sebut naskah program media (Arief S Sadiman, dkk., 2003: 112).
Naskah program media bermacam-macam. Tiap-tiap jenis mempunyai bentuk naskah yang berbeda. Tetapi pada dasarnya, maksud dalam naskah tersebut sama yaitu sebagai penuntun ketika kita memproduksi media itu media (Arief S Sadiman, dkk., 2003: 112). Artinya, naskah tersebut menjadi penuntun kita dalam membuat bahan presentasi untuk media visual atau merekam suara untuk media audio dan mengambil gambar serta merekam suara untuk media audio visual. Naskah ini berisi uraian kalimat, urutan gambar dan grafis yang perlu diambil oleh kamera serta bunyi dan suara yang harus direkam. Pada umumnya, untuk media audio atau audio visual, lembaran naskah dibagi menjadi dua kolom. Pada naskah media audio (radio dan kaset) kolom sebelah kiri merupakan seperempat bagian halaman dan pada kolom ini dituliskan nama pelaku, dan jenis suara yang harus direkam. Kolom sebelah kanan berisi narasi atau percakapan yang harus dibaca para pelaku, nama lagu, dan suara-suara yang harus direkam. Pada naskah film, dan video/tv lembaran naskah dibagi dua sama lebar. Kolom sebelah kiri dicantumkan urutan gambar yang harus diambil kamera serta penjelasan tentang sudut pengambilan gambar itu, pada kolom sebelah kiri itu akan dapat dibaca apakah gambar harus diambil dalam close up, medium shot, long shot, dan sebagainya. Kalau gambar harus diambil dari kiri bergerak ke kanan, atau dari bawah ke atas, atau dari jauh mendekat, dan sebaliknya, hal-hal yang seperti itu dijelaskan juga di kolom sebelah kiri. Di kolom sebelah kanan dituliskan narasi atau percakapan yang harus dibaca para pelaku, serta musik dan suara-suara yang harus direkam. Dalam menuliskan naskah semua informasi yang tidak akan disuarakan (dibaca bersuara) oleh pelaku harus ditulis dengan huruf besar, sementara itu, narasi dan percakapan yang akan dibaca oleh pelaku ditulis dengan huruf kecil. Uraian lebih lanjut tentang naskah untuk masing-masing media akan diberikan kemudian.
Sebelum naskah ditulis, kita harus menuliskan treatment-nya dulu. Treatment adalah uraian berbentuk esai yang menggambarkan alur penyajian program kita. Dengan membaca treatment ini kita akan dapat mempunyai gambaran tentang urutan visual yang akan nampak pada media serta narasi atau percakapan yang akan menyertai gambar itu. Bila musik dan efek suara akan digunakan, hal tersebut akan tergambar juga dalam treatment ini. Sebuah treatment yang baik selain memberi gambaran tentang urutan adegan juga memberikan gambaran suasana atau mood dari program media itu. Treatment ini biasanya digunakan oleh pemesan naskah dan penulis naskah dalam mencari kesesuaian pendapat mengenai alur penyajian program media yang akan diproduksi. Setelah treatment disetujui, treatment tersebut digunakan sebagai pedoman dalam pengembangan naskah selanjutnya. Berikut ini akan dikemukakan contoh penulisan naskah audio.
Media audio adalah sebuah media yang hanya mengandalkan bunyi dan suara untuk menyampaikan informasi dan pesan. Program audio dapat menjadi indah dan menarik karena program ini dapat menimbulkan daya fantasi pada pendengarnya. Karena itu, sesuatu program audio akan sangat efektif bila dengan menunggankan bunyi dan suara kita dapat merangsang pendengar untuk menggunakan daya imajinasinya sehingga ia dapat memvisualkan pesan-pesan yang ingin kita sampaikan. Media audio ini meliputi radio, kaset audio, dan laboratorium bahasa. Berikut ini beberapa petunjuk yang perlu kita ikuti bila kita menulis naskah program media audio.
a) Bahasa
Bahasa yang digunakan dalam media audio adalah bahasa percakapan, bukan bahasa tulis. Kalimat-kalimat yang digunakan sedapat mungkin kalimat tunggal. Gunakan kalimat yang Pendek. Kalimat-kalimat yang panjang sulit ditangkap oleh telinga kita. Sedapat mungkin kita harus menghindarkan istilah-istilah yang sulit. Bila kita terpaksa rnenggunakan istilah yang sulit, istilah itu perlu diberi penjelasan. Siswa mendengar kata yang tidak diketahui artinya ia cenderung untuk mernikirkan terus arti istilah tersebut, akibatnya ia kehilangan konsentrasi dalarn mendengarkan.
Sering kali kita dianjurkan untuk menggunakan bahasa yang sesuai bahasa sehari-hari pendengar kita. Bahasa seperti ini mungkin akan menarik karena mudah ditangkap. Namun perlu diingat bahwa bahasa lingkungan tersebut belum tentu sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia yang benar.
b) Musik dalam program audio.
Sesuai penjelasan sebelumnya, program audio hanya mengandalkan kepada bunyi dan suara saja. Agar pendengar tidak bosan mendengar program kita dan program kita tidak terasa kering, kita perlu menggunakan musik dalam program kita. Fungsi musik yang utama dalam hal ini ialah menciptakan suasana. Karena itu, musik perlu dipilih dengan hati-hati. Bila program bersuasana gembira, misalnya, diiringi oleh musik yang bersuasana sedih, tentu akan terasa sangat janggal.
Ada berbagai jenis musik yang digunakan dalam program audio ( (Arief S. Sadiman, dkk., 2003: 115-116):
(1) Musik tema
Musik tema adalah musik yang menggambarkan watak atau situasi sesuatu program. Musik tema ini seringkali diulang-ulang dalam suatu program. Setiap kali watak atau situasi yang diinginkan itu ingin ditonjolkan, musik tema itu diperdengarkan.
Musik tema dapat juga digunakan sebagai musik pengenal studio, musik pengenal program, atau musik pengenal tokoh dalam suatu cerita bersambung. Musik pengenal studio biasannya digunakan setiap kali studio itu mulai mengudara dan pada saat penutupan acara, sebelum hilang dari udara. Musik pengenal programdigunakan pada awal dan akhir suatu program serial. Dengan demikian setiap kali kita mendengar musik itu kita akan mengetahui bahwa program itu sudah dimulai atau sudah diakhiri. Bila musik tema digunakan sebagai pengenal tokoh, maka setiap kali tokoh pelaku itu tampil tentu diawali dengan musik itu.
(2) Musik transisi.
Musik ini digunakan sebagai penghubung dua adegan. Musik ini tidak perlu panjang, 20 s/d 20 menit sudah cukup. Musik transisi ini harus sesuai dengan suasana rata-rata dari program kita. Seringkali ada pembuat program yang menggunakan musik tema sebagai musik transisi.
(3) Musik Jembatan (bridge)
Merupakan bentuk khusus dari musik transisi, yaitu berfungsi menjembatani dua buah adegan. Digunakan misalnya bila suasana adegan terdahulu berbeda dengan adegan yang mengikutinya. Kalau suasana adegan terdahulu adalah suasana sedih sedangkan suasana berikutnya gembira, musik jembatan ini harus diawali dengan suasana gembira dan diakhiri dengan suasana gembira.
(4) Musik latar-belakang
Musik ini digunakan untuk mengiringi pembacaan teks atau percakapan. Maksudnya supaya teks dapat lebih meresap kehati pendengar, karena musik ini dapat memberikan variasi, member tekanan dan menciptakan suasana. Bila kita menggunakan musik latar belakang atau musik pengiring, musik itu harus dipilih yang betul-betul sesuai dngan suasanayang ingin diciptakan. Musik pengiring biasanya musin instrumentalia. Musik pengiring tidak boleh terlalu keras, terlalu lemah, ataupun berubah-ubah dari lemah ke keras.



(5) Musik Smash
Adalah musik yang digunakan untuk membuat kejutan atau tekanan. Musik ini digunakan dengan singkat tetapi pada saat yang tepat. Tidak seyogyanya menggunakan musik smash terlalu sering.
c) Keterbatasan daya konsentrasi.
Berdasarkan penelitian yang diadakan, daya konsentrasi orang dewasa untuk mendengarkan berkisar antara 25 s/d 45 menit, sedangkan pada anak-anak hanya 15 s/d 25 menit. Oleh karena itu tidaklah bijaksana untuk membuat program media audio yang terlalu panjang. Dalam satu program audio yang panjangnya 15 menit mungkin cukup disajikan tiga konsep saja.

REFERENSI:
Anton M. Moeliono (Peny.), Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1990.

Arief S. Sadiman, dkk., Media Pendidikan: Pengertian, Pengembangan, dan Pemanfaatannya, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2006.

Azhar Arsyad, Media Pembelajaran, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2003.

Cece Wijaya, dkk., Upaya Pembaharuan dalam Pendidikan dan Pengajara, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1992.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar